LOGISTIKNEWS.ID – Pelaku bisnis logistik di Indonesia perlu bersiap dalam mendukung perubahan rantai pasok global dengan tetap memerhatikan ketahanan perekonomian dalam negeri.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, mengingatkan agar para pemain logistik di sektor darat, laut dan udara memiliki persepektif yang lebih luas demi menjaga ketahanan ekonomi nasional.
“Kita (pelaku logistik) harus mendukung perubahan pada kelancaran pasok dunia saat ini ditengah berbagai persoalan yang sedang melanda. Namun komitmen kita sebagai pelaku usaha juga penting dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional tersebut,” ujar Yukki, pada Minggu (17/7/2022).
Dia menyebutkan, dari sisi bisnis logistik, imbas perang Rusia-Ukraina yang telah merubah geopolitik di kawasan Eropa serta isue pangan global saat ini menyebabkan multiplier efect pada pemenuhan rantai pasok global.
Sebelumnya, mayoritas negara didunia direpotkan dengan urusan mengatasi Pandemi Covid-19 yang kemudian berdampak pula terhadap persoalan kenaikan freight, kesulitan kontainer lantaran banyak pelabuhan yang masih memberlakukan lock down.
Yukki mengungkapkan bahkan hingga kini kesulitan kapal bukan hanya pada kapal kontainer namun sudah merembet pada kapal-kapal curah.
Namun, imbuhnya, kebijakan Pemerintah RI sampai saat ini masih tepat dalam menjaga ketahanan ekonomi nasionalnya sehingga inflasi bisa terkendali dengan berbagai program yang telah dilaksanakan.
Salah satunya yakni hilirisasi Industri yang telah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu, sebagai strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nasional.
Pasalnya, dengan adanya hilirisasi, maka komoditas yang diekspor bukan lagi berupa bahan baku, tetapi berupa barang setengah jadi atau barang jadi. Adapun tujuan dari hilirisasi ini yaitu untuk meningkatkan nilai jual komoditas, memperkuat struktur industri, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, serta meningkatkan peluang usaha di dalam negeri.
Hilirisasi menjadi sesuatu yang wajib dilakukan untuk meminimalisir dampak dari penurunan harga komoditas.
“Jika Indonesia terus bergantung pada ekspor komoditas mentah, maka Indonesia akan mudah terpuruk ketika nilai jual komoditas tersebut menurun,” ujar Yukki.
Sebaliknya, jika Indonesia mengekspor barang setengah jadi atau barang jadi, maka nilai jualnya pun semakin tinggi. Selain itu, harga barang setengah jadi maupun barang jadi cenderung lebih stabil daripada harga bahan baku. Jika nilai jual barang ekspor tinggi, maka kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan profit yang lebih tinggi baik untuk pelaku UMKM, investor, maupun pendapatan negara.
“Oleh karena itu, ALFI mendukung Pemerintah RI mendorong lebih banyak investasi di dalam negeri untuk memperkuat hilirisasi di daerah,” ucap Yukki.
Konsumsi dan Investasi
Yukki juga mengingatkan pentingnya untuk tetap menjaga daya beli masyarakat (konsumsi) serta menjaga daya tahan para pelaku eksportir nasional untuk terus berkiprah dikancah global sehingga menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
“Perlu dijaga juga sampai dimana daya tahan eksportir kita terhadap daya tekan dan kondisi global saat ini ditengah melonjaknya harga komoditi dan fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Namun disisi lain daya beli masyarakat juga harus dijaga karena pertumbuhan ekonomi kita berdasarkan dua hal yakni konsumsi dan investasi,” ucap Yukki.
Oleh sebab itu, Yukki mengatakan pelaku usaha logistik di tanah air tetap perlu mengantisipasi dan berhati-hati dalam melihat perspektif global saat ini, meskipun posisi perekonomian Indonesia saat ini masih tergolong relatif aman dan inflasi masih bisa terkendali.
“Isue Perang Rusia-Ukraina yang telah merubah geopolitik Eropa serta potensi meningkatnya harga pangan global saat ini perlu menjadi perhatian kita bersama,” papar Yukki.
Dalam High Level Seminar G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat, 15 Juli 2022., Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan harga pangan global berpotensi meningkat hingga 20 persen menuju akhir tahun 2022.
“Harga pangan dunia melonjak hampir 13 persen pada bulan Maret 2022. Ini juga mencapai level tertinggi baru dan kemungkinan akan naik lebih jauh,” kata Sri Mulyani.
Dia menuturkan saat ini seluruh dunia menyaksikan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kelaparan global. Perang di Ukraina dan memburuknya pembatasan ekspor memperparah dampak pandemi COVID-19 yang mengakibatkan ketidaksesuaian permintaan pasokan dan gangguan pasokan, yang mendorong harga pangan ke level tertinggi.
“Situasi saat ini pada tahun 2022 diproyeksikan akan semakin memburuk dan ini bukan kabar baik bagi kita semua,” ungkap Menkeu.(am)