LOGISTIKNEWS.ID -Pemerintah bertekad memacu transformasi industri farmasi di dalam negeri, dari bergantung pada bahan baku obat dan obat impor menjadi mandiri memperkuat resiliensi sektor industri kesehatan.
Hal ini didasari oleh kesulitan memberikan pelayanan farmasi bagi masyarakatdi kala Pandemi Covid-19. Sementara itu, Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dapat dioptimalkan untuk mengembangkan industri farmasi dan alat kesehatan yang kuat.
Industri farmasi juga merupakan salah satu sektor prioritas pengembangan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Salah satu upaya transformasi di sektor farmasi adalah pengembangan obat melalui pengolahan bahan-bahan baku alam atau dikenal dengan fitofarmaka.
“Seperti disampaikan Presiden pada Sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus lalu, hilirisasi dan industrialisasi adalah kunci. Indonesia memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembangkan obat melalui pengolahan bahan baku alam atau fitofarmaka dengan kekayaan biodiversitas yang mencapai lebih dari 2.800 spesies tanaman obat,” papar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta pada Topping Off Ceremony House of Wellness Fasilitas Produksi Fitofarmaka di Jakarta, akhir pekan lalu.
Hilirisasi dan industrialisasi juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat dan bahan baku obat impor, mendorong kemandirian obat nasional bagi rakyat yang mudah didapat (accessible), terjangkau (affordable), selalu tersedia di manapun dibutuhkan (available), dan berkesinambungan (sustainable).
Upaya ini juga untuk mengoptimalkan pasar domestik dan pasar internasional yang potensial dari produk herbal atau obat berbahan alam. Di tingkat global, WHO memprediksi permintaan dunia untuk produk-produk tersebut akan terus meningkat hingga mencapai USD5 Triliun pada 2050.
Sedangkan nilai konsumsi obat berbahan alam oleh masyarakat Indonesia diperkirakan mencapai Rp23 Triliun pada tahun 2025.
Pada tahun 2022, pemerintah telah menetapkan Formularium Fitofarmaka yang mengakomodasi sekaligus menjadi acuan penggunaan produk-produk fitofarmaka dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
“Dengan mengakomodasi fitofarmaka sebagai bagian dari sarana pelayanan kesehatan masyarakat, diharapkan penyerapan produk-produk fitofarmaka dapat semakin meningkat, sejalan dengan upaya mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) melalui pengadaan barang yang bersumber dari APBN/ APBD,” tegas Menperin.
Kementerian Perindustrian mengambil langkah strategis dengan membangun fasilitas fitofarmaka di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) Kimia, Farmasi, dan Kemasandi Jakarta.
Fasilitas yang dibangun melalui pendanaan Surat Berharga Syariah Negara diberi nama House of Wellness dengan tujuan menjadi sarana penumbuhan industri ekstrak, obat herbal terstandar, dan khususnya fitofarmaka.[syf]