LOGISTIKNEWS.ID – Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) meminta Pemerintah RI melalui Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk menganulir atau meninjau kembali Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2023/1444 H.
GPEI menilai beleid itu mengabaikan kelangsungan ekspor dan berpotensi negatif terhadap perekonomian nasional. Bahkan GPEI banyak menerima keluhan dari para eksportir yang keberatan dengan pembatasan ekspor tersebut.
SKB tersebut di tandatangani Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol.Firman Shantyabudi, dan Dirjren Bina Marga Hedy Rahadian pada 5 April 2023, dimana dalam beleid itu pembatasan truk beroperasi dimulai Senin 17 April s/d 2 Mei 2023 (atau sekitar 2 minggu).
Beleid itu secara tegas tidak mengecualikan (tidak memberikan kelonggaran) untuk angkutan ekspor impor atau peti kemas dari dan ke pelabuhan. Artinya angkutan ekspor impor atau peti kemas dilarang beroperasi selama periode Lebaran tersebut.
Menurut Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno, beleid itu sangat bertentangan dengan semangat maupun arahan Presiden RI Joko Widodo yang dalam berbagai kesempatan selalu ingin mengakselerasi ekspor nasional. Oleh karenanya seluruh hambatan ekspor (termasuk biriokrasinya) harus dipangkas supaya produk nasional bisa lebih berdaya saing global, dan negara memperoleh devisa lebih banyak dari kegiatan eksportasi.
Sedangkan terkait dengan layanan ekspor di pelabuhan, kata Benny, bahwa kapal/liner telah memiliki jadwal sandar atau window di pelabuhan Indonesia yang tidak mungkin di re-schedule.
“Mengingat ekspor sangat berkaitan dengan jadwal liner atau clossing time (batas akhir waktu pengapalan) akan berakibat fatal bagi eksportir apabila terjadi gagal ekspor dan membuat biaya tinggi yang menyebabkan produk nasional tidak konpetitif di pasar global,” ujar Benny Soetrisno, pada Kamis (13/4/2023).
Dia mengatakan, shipping line global pengangkut ekspor impor yang sudah terjadwal masuk dan bongkar muat di pelabuhan Indonesia, tidak ada urusan dengan Libur Lebaran.
Sehingga, imbuhnya, jika kapal sudah masuk dan sandar di pelabuhan kalau tidak ada kargo kita di pelabuhan lantaran tidak ada pengangkutan ke pelabuhan oleh trucking akibat adanya pembatasan operasional trucking, maka akan otomatis di tinggal.
“Kondisi seperti ini menyebabkan kerugian perekonomian nasional terutama dari kegiatan ekspor kita yang kini juga masih kembang kempis menghadapi krisis global maupun persaingan dengan Thailand dan Vietnam dan negara lainnya.
Oleh karenanya, GPEI mengingatkan Menhub untuk lebih tanggap melihat kondisi ini dengan merevisi SKB tersebut dan memberikan dispensasi untuk angkutan ekspor di lima pelabuhan Utama.
“Kami rasa kelonggaran seperti itu tidak akan berdampak pada angkutan mudik Lebaran. Dispensasi itu yakni mulai dari angkutan trailernya saat pengambilan empty kontainer di depo hingga ke pabrik atau gudang untuk stuffing hingga betangkat lagi menuju pelabuhan untuk ekspor,” jelas Benny.
Sekjen GPEI Toto Dirgantoro, mengatakan para eksportir mengaku heran mengapa angkutan ekspor tidak dikecualikan pada pengaturan pembatasan angkutan Lebaran tahun ini seperti halnya komoditi sembako, bahan bakar minyak (BBM) dan sejenisnya.
“Kalau saat Lebaran tahun-tahun sebelumnya, tidak ada pembatasan angkutan ekspor. Tetapi sekarang kok terlewatkan. Mohon Menhub menganulir atau merevisi SKB tersebut,” ujarnya.
Toto mengatakan, terhadap permintaan revisi SKB Angkutan Lebatan 2023 ini, GPEI juga sudah menyampaikan surat resmi kepada Menhub Budi Karya Sumadi yang juga ditembuskan kepada Dirjen Darat Kemenhub pada 12 April 2023.[am]