LOGISTIKNEWS.ID – Implementasi program National Logistics Ecosystem (NLE), diharapkan mampu menghadirkan layanan logistik yang lebih efisien dalam mendukung kelancaran arus barang.
Oleh karenanya, harmonisasi regulasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L) perlu segera dilakukan, guna percepatan penataan sistem logistik nasional melalui NLE sebagaimana yang telah diamanatkan melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020.
“Implementasi NLE masih memerlukan penataan atau harmonisasi regulasi yang dalam praktiknya dilapangan seringkali bertabrakan atau tidak sinkron,” ujar Sekjen Indonesia Maritime Logistik and Transportation Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tento, melalui keterangan tertulisnya pada Senin (28/8/2023).
Baca Juga : Achmad Ridwan, Pegiat Kemaritiman & Logistik, yang kini Aktif Menulis Buku
Dia mencontohkan, soal regulasi terkait kelancaran arus barang di empat pelabuhan utama yakni Tanjung Priok Jakarta, Belawan Sumatera Utara, Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Makassar.
Regulasi dimaksud yakni tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan atau Longstay sebagaimana tertuang dalam Permenhub (PM) 116 tahun 2016 yang kemudian dirubah melalui PM 25 tahun 2017.
Ridwan menegaskan, dalam praktiknya PM 116/2016 atau PM 25/2027 itu tidak sinkron dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No: 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus Atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Ekspor.
“Imbas tak sinkron-nya kedua beleid itu menimbulkan multitafsir bagi para pejabat pelaksana dilapangan dan berpotensi menimbulkan ego sektoral antar instansi sehingga merugikan pelaku usaha,” ucapnya.
Dalam PM 116 disebutkan, setiap pemilik barang atau kuasanya ‘Wajib‘ memindahkan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) dari lapangan penumpukan terminal peti kemas (lini 1) ke lapangan di luar lapangan penumpukan terminal peti kemas (lini 1) dengan biaya dari pemilik barang.
Sedangkan dalam PMK 216 disebutkan terhadap barang impor atau barang ekspor yang di timbun di tempat TPS tempat pembongkaran (lini 1) dan belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, ‘Dapat‘ dilakukan Pindah Lokasi Penumpukan (PLP) ke TPS lain yang berada dalam satu wilayah penagawasan Kantor Pabean.
“Dari contoh dua regulasi itu sangatlah jelas perbedaanya, karena yang satu menggunakan kata ‘Wajib‘ sementara regulasi lainnya menggunakan ‘Dapat‘. Hal ini yang pada akhirnya membuat multitafsir di lapangan,” ucap Ridwan.
Karenanya, IMLOW mendesak dilakukan harmonisasi aturan-aturan yang saling bertabrakan itu agar NLE yang telah diamanatkan melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 itu bisa berjalan efektif.
Dia menegaskan, kepastian terhadap sebuah regulasi sangatlah penting lantaran hal itu memengaruhi kelangsungan aktivitas dunia usaha yang notabene juga untuk melindungi para pekerjanya.
NLE merupakan ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang (flow of goods) dan dokumen internasional (flow of document) sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
NLE berorientasi pada kerja sama antarinstansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, serta penghapusan repitisi dan duplikasi. Selain itu NLE juga didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem yang telah ada.
NLE berorientasi pada kerja sama antarinstansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, serta penghapusan repitisi dan duplikasi. Selain itu NLE juga didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem yang telah ada.
Percepatan NLE
Pada akhir pekan lalu, juga telah dilakukan pembahasan percepatan Implementasi Program National Logistics Ecosystem (NLE) yang mengundang 19 Pejabat Eselon I lintas Kementerian/Lembaga (K/L) dan 4 Pimpinan BUMN. Kegiatan ini digelar pada Jumat, 25 Agustus 2023 di PT Pelabuhan Indonesia (Persero), Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pada kesempatan itu dibahas perkembangan penerapan NLE dan upaya penguatan kolaborasi dan sinergi dalam mewujudkan ekosistem logistik nasional yang lebih kompetitif.
Beberapa poin strategis pun dibahas dalam forum tsersebut, seperti update dan strategi perluasan implementasi NLE, sinkronisasi jalur kereta api (KA) peti kemas, pengukuran efektivitas NLE, serta beberapa isu strategis NLE lainnya.
Dalam forum tersebut, Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani selaku Ketua Tim Nasional Penataan Ekosistem Logistik Nasional menegaskan bahwa NLE menyediakan layanan dari hulu ke hilir dalam proses alur logistik barang ke luar negeri serta pergerakan barang dalam negeri.
Manfaat penerapan NLE antara lain; penerapan single submission (pabean-karantina, pengangkut, dan perizinan), single billing, fasilitasi payment channel, alat kontrol kepatuhan dan implementasinya, mendorong standarisasi layanan, dan memudahkan proses bisnis importir, eksportir, dan pelaku logistik lainnya.
Dalam implementasinya, NLE disusun menjadi 4 pilar dan telah menunjukan beberapa progres capaian yang positif. Pilar I (simplifikasi proses) mencatatkan tren utilisasi yang meningkat pada single submission (SSm) Pengangkut, SSm QC, SSm Perizinan, dan manifes domestik. Pilar II (kolaborasi platform logistik) secara kesisteman sudah terbangun dan saat ini sedang dalam proses pengembangan oleh Lembaga National Single Window (LNSW). Pilar III (kemudahan pembayaran) telah berjalan skema single billing yang telah piloting di 12 pelabuhan di Indonesia. Dan pilar IV (tata ruang) terkait rencana penerapan kebijakan zonasi dan rencana sinkronisasi jalur kereta api peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Tahun 2022 secara umum terdapat 14 pelabuhan laut di Indonesia yang telah menerapkan layanan NLE. Di tahun 2023, implementasi NLE sedang dalam proses perluasan ke 32 pelabuhan laut lainnya dan 6 pelabuhan udara secara bertahap yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Askolani.
Dia menegaskan, untuk menilai efektivitas layanan NLE secara berkelanjutan, pada tahun 2023 akan dilakukan kembali survei NLE lanjutan. Diharapkan survei tahun 2023 dapat menghasilkan kualitas survei yang lebih baik dan komprehensif dengan pendekatan kuantitatif.
Askolani menegaskan bahwa NLE merupakan tanggung jawab seluruh pihak dan entitas logistik. Besar harapan implementasi NLE tidak hanya berfokus pada output, tetapi juga menghasilkan outcome yang positif bagi masyarakat.
“Kami mengajak masyarakat dan para pelaku bisnis untuk mendukung implementasi NLE. Kepada Kementerian/Lembaga terkait, kami harap dapat terus berinovasi dan saling berkoordinasi untuk menghasilkan strategi besar NLE yang akan dijalankan di tahun 2024 mendatang,” pungkasnya.
Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi, menyatakan, Kemenhub berkomitmen untuk mendukung Percepatan implementasi National Logistic Ecosystem (NLE) di pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia. Langkah ini dilakukan dalam upaya meningkatkan iklim investasi dan daya saing ekonomi nasional.
“Implementasi NLE merupakan hasil kolaborasi lintas kementerian, lembaga, dan para pemangku kepentingan di pelabuhan. Langkah ini mengacu pada Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, yang bertujuan memperbaiki iklim investasi serta meningkatkan daya saing perekonomian nasional,” ujarnya.
Dalam rangka kolaborasi ini, Capt. Antoni Arif Priadi menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan koordinasi yang optimal antara instansi-instansi terkait. Langkah-langkah konkret, seperti penguatan kebijakan, pemanfaatan digitalisasi berkelanjutan, penguatan kelembagaan, dan perbaikan tata kelola di setiap instansi, dianggap perlu untuk mendukung pelaksanaan NLE.
“Marilah bersama-sama kita bergandengan tangan untuk membangun negeri kita yang tercinta dengan semangat juang kemerdekaan pada bulan agustus ini kita bersama-sama memajukan bangsa Indonesia dari sektor logistik guna meningkatkan persaingan Indonesia dimata dunia,” ujarnya.[redaksi@logistiknews.id]