LOGISTIKNEWS.ID – Kebijakan pengaturan ataupun pembatasan angkutan truk logistik menjelang/saat libur panjang seperti Nataru maupun Idul Fitri tidak sepenuhnya efektif menekan tingkat kemacetan di jalan arteri nasional maupun tol. Namun, justru sangat merugikan para pelaku usaha logistik, ekspor-impor lantaran terjadi hambatan kelancaran arus barang.
Hal itu ditegaskan Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) DKI Jakarta, Irwandy MA Rajabasa.
Bahkan, dia mengatakan sedari dulu GPEI menyoroti bahkan memprotes kebijakan pembatasan truk logistik saat Nataru dan Idul Fitri, karena kebijakan yang muncul selama ini cenderung hanya berpihak pada angkutan penumpang atau demi akomodir mudik dan urusan wisata.
“Padahal kegiatan kelancaran ekspor itu harusnya lebih diperhatikan karena ekspor mendatangkan devisa bagi negara yang cukup besar dalam kontribusi mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional,” ujar Irwandy kepada Logistiknews.id, pada Senin (13/11/2023).
Baca Juga : Throughput JICT tumbuh 5%, Sudah Lebih 1,7 Juta TEUs Dihandle hingga Okt 2023
Untuk itu, GPEI kembali mengingatkan supaya regulasi pengaturan truk logistik pada saat Nataru (Natal 2023 dan Tahun Baru 2024) tidak menyulitkan para pelaku eksportir.
“Ekspor itu harus prioritas nomor satu. Jadi janganlah birokrrasi itu cari gampangnya cuma copy paste mengulang aturan tahun-tahun sebelumnya. Pembatasan truk ada gak pengaruhmya bagi orang mudik ?. Makanya inovasi birokrasinya mesti diubah, misalkan gunakan ganji genap yang lebih komprehensif untuk angkutan mudik, lalu mulai diatur bagaimana jadwal cuti yang proporsional bagi karyawan maupun ASN demi kelancaran di saat masa libur tersebut. Bukan ambil gampanganya saja dengan batasin operasional truk logistik di saat seperti itu,” tegas Irwandy.
Ketua GPEI DKI Jakarta itupun mengungkapkan bahwa, model regulasi yang tidak berpihak kepada kelancaran arus barang dan logistik, justru membuat performance indeks logistik Indonesia merosot sehingga daya saing komoditi nasional lemah.
“Jadi menurut kami pelaku usaha eksportir, tidak ada alasan signifikan membatasi logistik ekspor karena tidak ada fedahnya bagi eksportir malah justru merugikan dunia usaha dan perekonomian nasional,” tegas Irwandy.
Baca Juga : Bikin Performance Logistik RI Makin Jeblok, Aptrindo Minta tak Ada Pembatasan Trucking Saat Nataru
Sebelumnya, pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), juga sangat keberatan jika dilakukan pembatasan operasional truk logistik yang angkut ekspor impor pada masa Angkutan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru).
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan, mengemukakan asosiasinya telah menerima pemaparan dari Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub mengenai rencana pengaturan atau kebijakan penyelenggaran transportasi dalam rangka Nataru tersebut.
“Pasalnya, kalau sampai angkutan ekspor impor juga dibatasi, kami (Aptrindo) menolak keras hal itu,” ujar Gemilang.
Dia mengungkapkan sikap Aptrindo yang menolak hal itu setelah asosiasinya melakukan kordinasi internal dengan sejumlah pengurus Aptrindo di daerah lainnya, termasuk di DKI Jakarta.
Gemilang mengatakan, kebijakan pembatasan operasional truk logistik yang kerap kali dilakukan pada saat Lebaran (Idul Fitri) maupun Nataru, selain merugikan para pelaku usaha logistik, kebijakan seperti itu juga hanya cenderung menganak emaskan angkutan penumpang.
“Padahal kegiatan logistik merupakan urat nadi perekonomian nasional. Kalau kebijakannya dari tahun ketahun selalu seperti itu (dengan membatasi operasional trucking) bagaimana kita mau mendongkrak performance indeks logistik nasional ?,” tanya Gemilang.
Ketua Umum Aptrindo juga menegaskan persoalan perfotmance logistik Indonesia bukan cuma diukur dengan parameter ketersediaan infrastruktur atau prasarana transportasinya semata, tetapi bagaimana kegiatan atau layanan logistik itu bisa berjalan terus tanpa hambatan atau adanya pembatasan sehingga layanan logistik nasional bisa kompetitif.
Sebagaimana diketahui, World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.
Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis 21 April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.
Untuk itu, Irwandy maupun Gemilang berharap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, bisa mempertinbangkan masukan para pengusaha truk logistik agar kebijakan yang akan diambil pada saat Penyelengaraan Transportasi Nataru tidak berdampak pada terganggunya kelancaran arus logistik nasional khususnya ekspor impor.
Dikutip dalam Time Line Penyelenggaran Angkutan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru) yang disampaikan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, disebutkan bahwa puncak arus mudik akan terjadi pada Jumat 22 Desember 2023, kemudian puncak arus balik pada 26 Desember 2023, dan prediksi puncak arus mudik kedua akan terjadi pada 29 Desember 2023, serta prediksi puncak arus baliknya akan terjadi pada 1 Januari 2024.
Adapun pengaturan layanan transportasi selama Masa Nataru 2023/2024 akan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) di masing masing moda.[redaksi@logistiknews.id]