JAKARTA – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengharapkan adanya percepatan layanan (efisiensi) dalam aktivitas jasa kepelabuhanan pasca dilaksanakannya penggabungan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III dan IV.
“Intinya dengan penggabungan BUMN kepelabuhanan ini jangan jualan-nya hanya masalah menekan cost logistik tetapi lebih ke persoalan efisiensi pelayanan pelabuhan. Pelaku usaha berharap bagaimana menciptakan harmonisasi dan kordinasi dengan semua Pelindo itu bisa dilakukan pasca penggabungan demi tercipta efisiensi layanan di seluruh pelabuhan yang dikelolanya,. Kalau ada aktivitas bisnis yang berbenturan selama ini antar BUMN itu bisa dicarikan solusinya,” ujar Wakil Ketua Umum Bidang Logistik dan Perhubungan Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI, Erwin Taufan, pada Senin (27/9/2021).
Menurutnya, disisi lain Pelindo juga mesti terus melakukan sinergi dengan para stakeholders dan asosiasi terkait untuk memformulasikan service level agreement dan service level guarante (SLA/SLG) di seluruh pelabuhan komersial yang dikelola oleh BUMN tersebut pasca dilaksanakan penyatuan Pelindo.
Taufan mengemukakan, pada prinsipnya pelaku usaha dan importir mendukung dengan adanya penyatuan Pelindo tersebut namun tetap perlu dikritisi demi terwujudnya standar pelayanan yang sama terhadap pelabuhan komersial di Indonesia termasuk berkaitan dengan kompetensi SDM-nya.
“Kompetensi SDM sangat berperan dalam percepatan layanan di pelabuhan yang tentunya berimbas pada penurunan cost logistik,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo akan melakukan penggabungan perusahaan alias merger menyusul pengumuman resmi dari pemerintah. Adapun rencana proses merger tersebut dilakukan pada 1 Oktober 2021.
Penggabungan tersebut akan membuat keempat perusahaan BUMN plat merah yakni PT Pelindo I (Persero), PT Pelindo II (Persero), PT Pelindo III (Persero), dan PT Pelindo IV (Persero) akan menjadi satu perusahaan.
Harapannya, dengan penggabungan itu Pelindo akan menjadi operator peti kemas terbesar ke-8 di dunia.
“Yang menjadi target penggabungan tersebut seharusnya bukan sekedar mencapai volume peti kemas (througput) yang besar saja, tetapi bagaimana mengedepankan pelayanan-nya yang terbaik sehingga bisa dilirik shipping line global untuk memanfaatkan fasilitas pelabuhan kita karena dianggap lebih efisien,” ujar Taufan.
JICT & TPK Koja
Sementara itu, sejumlah kalangan di pelabuhan Tanjung Priok bertanya bagaimana nasib JICT dan TPK Koja pasca merger ?.
Menurut informasi yang diperoleh redaksi, merger Pelindo tidak akan memengaruhi keberadaan kedua terminal peti kemas tersibuk di pelabuhan Tanjung Priok itu.
“Masih sama, tetap berlanjut tidak ada masalah. Perjanjian yang sudah ada itukan dengan Pelindo II yang merupakan perusahaan surviving. Jadi tidak ada perubahan apapun,” ujar sumber tersebut.(*)