JALUR distribusi dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok Jakarta pada Jumat pagi (16/9/2022) nampak lengang. Truk Pengangkut petikemas satu persatu berjejer rapih melintasi gate JICT dan TPK Koja di kawasan pelabuhan Tanjung Priok.
Penulis berkesempatan melihat dari dekat bagaimana aktivitas pengeluaran barang impor yang dilakukan oleh pemilik barang yang diwakili oleh para petugas PPJK di salah satu terminal peti kemas terbesar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta International Container Terminal (JICT).
Para petugas perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) nampak sudah cukup familiar dengan platform yang disiapkan pengelola terminal dalam kegiatan pengurusan pengeluaran barang impor melalui pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
“Setelah diisi semua data dokumen impornya yang sudah memperoleh SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) maka otomatis akan keluar dilayar monitor kapan dan jadwal pengambilan barangnya. Kita tinggal pilih jam-nya saja untuk mendatangkan trucking-nya masuk ke pelabuhan,” ujar Rudi, salah satu petugas PPJK yang ditemui di lokasi layanan billing JICT tersebut.
Pria bertopi itu tidak sendirian, ada juga sejumlah petugas PPJK lainnya melakukan hal yang sama. Tujuannya, para petugas dilapangan itu ingin memastikan percepatan pengeluaran barang impor di pelabuhan Priok untuk segera didistribusikan ke Pabrik atau gudang importir di luar pelabuhan.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Logistik dan Kepelabuhanan DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Widijanto, kegiatan pengeluaran barang impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok saat ini relatif sudah sangat cepat, rata-rata kurang dari tiga hari.
Bahkan, imbuhnya, barang impor yang masih dalam perjalanan atau di kapal juga sudah bisa diurus ke Bea Cukai setempat prihal dokumen SPPB-nya. Sehingga saat barang impor tiba di pelabuhan, sudah bisa langsung dikeluarkan/diambil oleh pemilik barang.
Menurutnya, hal itu juga tidak terlepas dari dukungan transformasi operasional yang dilakukan oleh manajemen Pelindo maupun pengelola terminal peti kemas di pelabuhan.
“Kolaborasi operasional dan aturan/regulasi kepabeanan yang ada memang harus berjalan beriringan supaya bisa mewujudkan biaya logistik yang efisien dan layanan pelabuhan yang lebih efektif dalam menekan dwelling time. Selain itu kompetensi SDM PPJK dalam kepengurusan dilapangan juga perlu terus di edukasi supaya bisa mengikuti regulasi yang ada,” ucap Widijanto, saat ditemui Penulis pada Jumat Sore (16/9/2022).
Dwelling Time
Untuk itulah, Widijanto menilai transformasi operasional pelabuhan pasca merger Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dinilai cukup sukses dalam menstabilkan bahkan menekan waktu tunggu pelayanan barang/peti kemas atau dwelling time.
Dwelling time merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu peti kemas mulai dari proses penimbunan sampai dengan keluar kawasan pelabuhan (gate out).
Secara umum, terdapat tiga tahapan utama dalam rangkaian proses dwelling time yakni ;pre-customs clearance, customs clearance dan post-customs clearance.
Beberapa waktu silam, Presiden Jokowi telah menargetkan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok bisa mencapai rata-rata dua hari, begitu pula dengan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya.
Menurut Presiden Jokowi, dwelling time yang efisien adalah salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang persaingannya semakin ketat.
Bahkan berbagai komponen aturan untuk menekan dwelling time di pelabuhan juga telah diterbitkan pemerintah melalui kementerian terkait.
Berdasarkan dashboard Indonesia National Single Window (INSW), selama satu tahun pasca merger Pelindo, dwelling time di sejumlah pelabuhan yang dikelola Pelindo relatif stabil atau rerata masih dibawah 3 hari.
Pada Nopember 2021 misalnya, rata-rata dwelling time di sejumlah pelabuhan yang dikelola Pelindo (Tanjung Priok, Tanjung Emas Semarang, Tanjung Perak Surabaya dan Makassar) hanya mencapai 2,51 hari.Kemudian 2,57 hari pada Desember 2021.
Sedangkan selama tahun 2022, dwelling time Pelindo tercatat pada Januari 2,75 hari, Februari 2,84 hari, Maret 2,78 hari, April 2,76 hari, Mei 4,02 hari, Juni 3,16 hari, Juli 2,77 hari, Agustus 2,67 hari dan September (s/d 16 September 2022) tercatat 2,71 hari.
Berdasarkan data tersebut sempat terjadi peningkatan dwelling time pada periode Mei dan Juni 2022, yang dipicu meningkatkan arus barang menjelang bulan Puasa hingga Hari Raya Idul Fitri 2022, dan beberapa kapal peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok yang alami delay dari pelabuhan asalnya.
Sementara itu, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengapresiasi keberhasilan Menteri BUMN Erick Thohir melakukan merger PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), dan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero).
Setijadi memberikan empat catatan yang menjadi tantangan setelah merger pelabuhan itu.
Pertama, peningkatan dan standardisasi pelayanan di semua pelabuhan Pelindo yang didukung standardisasi proses, SDM, dan teknologi (fasilitas) dengan sistem informasi yang terintegrasi, baik antar pelabuhan maupun antara pelabuhan dan pengguna.
Kedua, penataan hub & spoke kepelabuhanan Indonesia dengan tantangan utama mengurangi pelabuhan pintu ekspor-impor. Pembatasan menjadi hanya 2-5 international hub port akan meningkatkan volume barang secara signifkan di beberapa pelabuhan hub itu yang berpotensi menarik direct call untuk mother vessel.
Setijadi menyatakan hal itu bisa menjadi strategi penting meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia secara global, termasuk mengalihkan pengiriman yang selama ini melalui Singapura.
Upaya itu yang harus dibarengi dengan penataan jaringan pelabuhan pengumpan (spoke)-nya bukan hal mudah, namun perlu menjadi prioritas dalam jangka panjang.
Ketiga, pengembangan sistem transportasi multimoda. Pelindo dapat berperan mendorong integrasi pengiriman barang secara end-to-end dengan melibatkan perusahaan pelayaran dan operator transportasi jalan dan rel untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
Keempat, kontribusi terhadap pengurangan kesenjangan perekonomian antar wilayah. Pada tahun 2020, misalnya, distribusi Produk Domestik Bruto masih didominasi wilayah Jawa (58,75 persen) dan Sumatera (21,36 persen).
Setijadi mengatakan, pasca merger Pelindo diharapkan akan berperan melalui pelabuhan-pelabuhannya di empat wilayah yang berkontribusi terhadap PDB masih rendah, yaitu Kalimantan (7,94 persen), Sulawesi (6,66 persen), Bali-Nusa Tenggara (2,94 persen), dan Papua (2,35 persen).
Menurut UU No 19/2003 tentang BUMN, selain mengejar keuntungan, salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN lainnya adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya.
“Oleh sebab itu, capaian transformasi operasional Pelindo pasca merger perlu terus dijaga. Capaian Laba BUMN itu boleh saja terus naik, namun dwelling time mesti ikutan susut,” ucap Widijanto yang juga menjabat Pengurus Kadin DKI Jakarta.[**]