LOGISTIKNEWS.ID – Kinerja pengangkutan kereta api (KA) barang perlu dioptimallan. Karena itu, butuh strategi kolaborasi sinergis dengan penyedia jasa logistik lainnya (stakeholder) dalam mengembangkan konektivitas angkutan dan aksesibiltas calon pengguna pada fasilitas logistik perkeretaapian.
Kerja sama atau kemitraan antara PT Kereta Api Indonesia (Persero)/KAI dan para mitra antara lain dengan skema joint operation dan joint venture company.
“Opsi lainnya antara lain joint venture profit dan loss sharing, serta consortium partnership model,” ujar EVP of Freight Marketing & Sales KAI, Fredi Firmansyah pada focus group discussion (FGD) bertema Peluang Bisnis Menggunakan Fasilitas Logistik yang Terintegrasi dengan Moda Transportasi Kereta Api, di Jakarta pada Selasa (19/9/2023).
Baca Juga : KAI Logistik garap Freight Forwarding
Baca Juga : KAI Logistik Buka Skema Kemitraan Pengiriman Barang
Fredi menjelaskan, KAI mempunyai berbagai infrastruktur dan fasilitas pengangkutan barang yang dapat diusahakan bersama oleh KAI dan para mitra.
“Terminal petikemas KAI, misalnya, terdapat di Pasoso, JICT, Sungai Lagoa, Jakarta Gudang, Lemah Abang/CDP, Klari, dan Gedebage. Lokasi lainnya di Cibungur, Krenceng, Semarang, Benteng, Kalimas, Indro, dan Rambipuji,” ucapnya.
Dia menyampaikan, untuk memastikan ketersediaan muatan yang cukup di first mile maupun last-mile, KAI mengembangkan model layanan berorientasi door-to-door dengan menerapkan joint market, single tariff, single data, dan single payment.
“Dengan model layanan terbaru pengangkutan KA barang ini diharapkan dapat menurunkan total tarif angkutan dan waktu tempuh atau lead time door-to-door,” ucap Fredi.
Menurutnya, pengangkutan KA barang mempunyai berbagai keunggulan, yaitu kompetitif, cepat, aman, tepat waktu, bebas pungli, dan kapasitas besar. Keunggulan lainnya adalah ramah lingkungan, fleksibel, multikomoditas, pembayaran mudah, dan berasuransi.
Baca Juga : KAI Logistik Perkuat Lini Bisnis Angkutan Multi Komoditi
CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi, mengapresiasi KAI yang terus berupaya meningkatkan penggunaan moda transportasi rel untuk pengangkutan barang di Indonesia yang saat ini masih rendah.
Data BPS menunjukkan kontribusi angkutan rel terhadap PDB tahun 2022 hanya sebesar 1,8 persen. Kontribusi masih didominasi angkutan darat 60,8 persen, diikuti angkutan udara (26,6 persen), angkutan laut (7,1 persen), serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (3,7 persen).
“Penggunaan moda transportasi rel yang lebih efisien daripada moda transportasi jalan akan berdampak terhadap penurunan biaya transportasi dan logistik,” ujar Setijadi.
Manfaat lainnya, imbuhnya, adalah penurunan tingkat kemacetan, konsumsi bahan bakar, dan tingkat pencemaran udara dengan pengalihan penggunaan truk ke kereta yang berkapasitas lebih besar, penurunan risiko kecelakaan dan tingkat kerusakan jalan akibat muatan berlebih truk.
Setijadi menyatakan diperlukan dukungan pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing dan pengembangan pengangkutan barang dengan kereta melalui berbagai langkah dan kebijakan, maupun kerja sama dan sinergi dengan para pelaku usaha dan pihak terkait.
LPI World Bank
Sebagaimana diketahui, World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.
Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Baca Juga : Ramai-ramai Menyoal Parameter Score LPI Indonesia oleh World Bank
Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis 21 April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.
Sejak diluncurkan pada 2007, LPI telah melakukan penilaian sederhana terkait logistik oleh sumber-sumber profesional tentang seberapa mudahnya mengekspor ke negara tujuan dalam hal kualitas infrastruktur, kualitas ketersediaan layanan logistik, dan hambatan sektor publik.[Akhmad Mabrori]