LOGISTIKNEWS.ID – Berdasarkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), biaya logistik di Indonesia pada 2022 mencapai 14,2 persen. Sedangkan biaya logistik untuk kegiatan ekspor mencapai 8,98 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Angka itu mengalami penurunan signifikan dari sebelumnya lantaran Bank Dunia atau World Bank pernah mencatat bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 23,8 persen pada tahun 2018.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Arif Suhartono dalam keterangan pers-nya di Jakarta, pada Rabu (20/9/2023) merespon positif hasil kajian Bappenas tersebut.
Dia menyatakan, upaya transformasi yang dilakukan oleh Pelindo turut berperan dalam menekan biaya logistik di Indonesia.
Baca Juga : ALI Beberkan Solusi untuk Benahi Biaya Logistik Nasional, yuk Simak…
Baca Juga : Depalindo Sharing soal Logistik hingga Hico-Scan dengan Menteri Transportasi Malaysia
Bahkan, imbuh Arif , penggabungan atau merger Pelindo yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir telah menciptakan sinergi dan transformasi antarentitas sehingga pengelolaan pelabuhan dapat dilakukan secara tersentralisasi dan lebih optimal.
“Biaya logistik yang jauh lebih rendah saat ini sebagaiman kajian Bappenas itu dibandingkan pada 2018 (seperti dirilis World Bank) tersebut salah satunya berkat peran transformasi yang dilakukan perseroan,” ucap Dirut Pelindo.
Seperti diletahui, pada 1 Oktober 2021, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melakukan merger empat BUMN pelabuhan yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III dan Pelindo IV menjadi PT Pelindo (Persero).
Setelah merger, Pelindo selaku holding kemudian membentuk empat subholding atau anak usaha yakni Subholding Pelindo Terminal Peti Kemas (SPTP), Subholding Pelindo Multi Terminal (SPMT), Subholding Pelindo Jasa Maritim (SPJM), dan Subholding Pelindo Solusi Logistik (SPSL).
“Pembentukan empat subholding atau anak usaha itu membuat fokus pada masing-masing bidang pelayanan, sehingga kinerjanya meningkat. Transformasi di level operasional langsung dilaksanakan anak-anak usaha,” ucapnya.
Baca Juga : Dua Tahun Merger Pelindo: Fokus Mengemas Layanan Petikemas World Class
Arif mengungkapkan beberapa langkah yang dilakukan antara lain memperpendek waktu sandar (port stay) dan masa tinggal kontainer di terminal (cargo stay), menyatukan sistem pelayanan dan pembayaran melalui aplikasi online dan digital.
Tujuannya adalah untuk mengefisienkan operasional di pelabuhan, yang pada akhirnya akan menguntungkan Pelindo dan para pengguna jasa kepelabuhanan dan terminal.
Menurut dia, hasil transformasi tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan kinerja operasional. Arus peti kemas pada 2022 mencapai 17,2 juta twenty foot equivalent units (TEUS) atau naik satu persen dibandingkan periode yang sama pada 2021. Adapun jumlah arus barang yang terealisasi mencapai 160 juta ton, tumbuh 9 persen dari 2021.
Selanjutnya, total arus kapal yang dilayani Pelindo mencapai 1,2 miliar GT, naik satu persen, sedangkan jumlah penumpang tumbuh 86 persen menjadi mencapai 15 juta orang.
Arif menambahkan, proses transformasi melalui efisiensi dan optimalisasi sumber daya berhasil membukukan laba bersih Rp3,9 triliun (audited) pada 2022, naik 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kontribusi Pelindo kepada negara pada 2022 juga meningkat, yakni mencapai Rp7,2 triliun atau lebih tinggi 54 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang baru Rp4,7 triliun.
“Kontribusi tersebut dalam bentuk setoran dividen, pajak (PPh, PPN dan PBB), penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan konsesi,” ucap Dirut Pelindo.
Di Luar Pelabuhan
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengungkapkan cost logistik yang mencapai 14,29% dari product domestik bruto (PDB) pada tahun 2022 masih bisa terus ditekan dengan memangkas hambatan dan efisiensi pada aspek layanan transportasinya di luar pelabuhan.
“Pasalnya, biaya transportasi dalam kegiatan logistik itu bisa mencapai 40 persen, sisanya inventori, SDM dan lainnya.Belum lagi soal masih adanya pungutan liar (pungli) dijalanan. Ini juga berkontribusi pada biaya transportasi. Karenanya, biaya transportasi harus diturunkan mulai saat pergerakan dari gudang produksi hingga ke customer akhir,” paparnya.
Baca Juga : Depalindo Ungkap Ini ‘Biang Kerok’ yang bikin Cost Logistik Mahal
Untuk menekan biaya transportasi, ungkap Mahendra, perlu dijalankan pola angkutan barang dengan moda massal yang masif seperti melalui Kereta Api (KA) maupun Kapal Laut jenis roll on-roll off (Ro-Ro).
“Kita syukuri kini sudah punya metodologi untuk mengefisiensikan biaya logistik itu. Pada 2012 kita sudah punya Sislognas (sistem logistik nasional), dan pada tahun ini (2023) kita juga punya metodologi menghitung rantai pasok dan logistik nasional,” tuturnya.
Mahendra mencontohkan, untuk menekan biaya logistik, kalau mau kirim barang ke pulau Sumateta harus lewat laut dan jangan melalui darat via trucking. Misalnya Jakarta- Medan mestinya pakai kapal laut dan jangan lagi pakai trukcing.
“Kita juga jangan hanya tergantung pakai kapal kontainer, tetapi pake juga kapal roro misalnya seperti tujuan ke Kalimantan dan Sulawesi. Namun memang, sayangnya kapal roro yang untuk kargo masih jarang karena adanya dualisme regulasi di Ditjen Darat dan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub,” ungkapnya, kepada Logistiknews.id.
Disisi lain, moda Kereta Api (KA) Barang mesti dioptimalkan untuk jarak tempuh diatas 500 KM lantaran jika menggunakan trucking sudah tidak lagi efisien.
“Angkutan KA dan kapal ro-ro untuk kargo ini mesti lebih diperbanyak lagi dan lebih masif untuk menekan biaya transportasi di sektor logistik. Jika hal itu bisa dilakukan, setidaknya upaya Pemerintah untuk menekan cost logistik hingga 9% dari PDB tidak terlampau sulit dan bisa segera terwujud, tidak perlu menunggu sampai 2045 Mungkin pada 2035 sudah bisa realisasi” sergahnya.
Baca Juga : Ekonomi RI Tumbuh 5,17%, Bisnis Logistik dan UMKM jadi Penopang
Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan biaya logistik tersebut bisa turun menjadi 9 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2045.
Aktivitas logistik menjadi urat nadi perekonomian, sehingga ke depannya diharapkan mampu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Hal itu dikemukakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa saat acara ‘Era Baru Biaya Logistik untuk Indonesia Emas 2045′, di Jakarta pada Kamis (14/9/2023).
Berdasarkan hasil kajian logistik yang dilakukan Bappenas, ungkapnya, biaya logistik domestik saat ini mencapai 14,29 persen, sedangkan biaya logistik ekspor mencapai 8,98 persen.[redaksi@logistiknews.id]