APBN 2024 Sokong Kinerja Logistik Nasional Lewat NLE

  • Share
Truk Peti Kemas menunggu layanan di JICT pada Kamis (17/11/2022).

LOGISTIKNEWS.ID – Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus  berlanjut secara impresif  diatas 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut.

Bank Indonesia memperkirakan pada Kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi nasional berada di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen. Pertumbuhan positif ini membuktikan bahwa ekonomi nasional tetaplah resilien meski di tengah perlambatan ekonomi global.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut disokong oleh peningkatan kinerja di berbagai sektor, salah satunya tak terlepas dari kinerja perdagangan nasional. Neraca Perdagangan (NP) nasional, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), selalu surplus dalam 41 bulan terakhir.

Baca Juga : NLE bikin Dwelling Time Susut & Logistik Efisien 

NP berkontribusi positif pada terkendalinya (defisit) transaksi berjalan, yang menurut BI tercatat rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik.

Kepala Lembaga National Single Window (LNSW), Agus Rofiudin mengatakan, perdagangan antara negara dan Foreign Direct Investment (FDI) menjadi hal penting karena perannya sebagai instrumen untuk pertumbuhan ekonomi.

Hal ini juga memungkinkan suatu negara mengonsumsi jasa yang lebih murah berdasarkan keunggulan komparatifnya serta meningkatkan potensi pada biaya logistik yang rendah, waktu transportasi makin singkat, serta penambahan peluang kerja ataupun pertumbuhan dunia bisnis.

“Efisiensi waktu pengiriman mendorong produktivitas dunia usaha yang berpengaruh positif pada daya saing nasional. Alhasil, kombinasi produktivitas dan daya saing, mendorong tumbuhnya perekonomian,” ujar Agus.

Kinerja Logistik Nasional

Rancangan APBN 2024 telah resmi disahkan melalui Pembicaraan Tingkat II (Paripurna) pada bulan September lalu. Pada kesempatan itu, para pihak yang terlibat berkomitmen untuk menjadikan APBN tahun 2024 sebagai instrumen kebijakan yang dapat diandalkan menghadapi gejolak ekonomi pada tahun 2024.

Pemerintah, juga telah menyusun APBN tahun 2024 dengan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen, inflasi sebesar 2,8 persen; hingga nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000/US$.

Sedangkan anggaran belanja negara direncanakan berada pada angka Rp3.325,1 triliun, dialokasikan Rp2.467,5 triliun untuk Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah sebesar Rp857,6 triliun. Belanja Pemerintah Pusat dimaksimalkan untuk menguatkan APBN sebagai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Baca Juga : IMLOW: Disharmonisasi Regulasi, Hambat Akselerasi NLE

Di saat yang bersamaan, Pemerintah memperkirakan bahwa tahun 2024 nanti APBN akan berhadapan dengan situasi geopolitik yang belum jelas ujungnya, perubahan iklim, kekhawatiran pandemik, dan digitalisasi.

Karenanya, Penyusunan APBN tahun 2024 ini bertujuan agar Indonesia mampu menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang dan pastinya tidak mudah. Untuk menjawab tantangan digitalisasi, pemerintah pun telah menyiapkan langkah antisipasinya.

Kinerja ekonomi nasional didorong oleh leading sectors, seperti Industri, Perdagangan, Pertanian, Pertambangan, hingga Konstruksi. Lapangan usaha industri, tercatat masih memberikan kontribusi terbesar dibandingkan lapangan usaha lainnya.

“Dalam kondisi itu inline dengan komposisi impor nasional yang masih didominasi bahan baku penolong. Alhasil, proses logistik berupa kelancaran pasokan bahan baku maupun hasil produksinya harus maksimal,” ucap Kepala LNSW.

Logistics Performance Index

Disisi lain, Kinerja logistik nasional memang belum berada di posisi yang ideal saat ini.  Pasalnya, World Bank atau Bank Dunia merilis Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023, di peringkat 63 dengan nilai 3.0.  Biaya logistik nasional pun masih tergolong tinggi, yaitu 14,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sedangkan belanja infrastruktur pada APBN 2024 mencapai Rp 422,7 triliun. Arah kebijakan infrastruktur di antaranya adalah untuk untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi (konektivitas dan transportasi, energi dan ketenagalistrikan, dan pangan).

Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mendukung penyediaan infrastruktur pelayanan dasar dan proyek-proyek strategis, serta pemerataan dan penguatan akses tehnologi informasi (TIK) yang mendukung transformasi digital.

Baca Juga : Yukki: LPI itu Cuma ‘Persepsi’, Mending Fokus Menuju Indonesia Emas 2045

Penguatan konektivitas dan transportasi serta infrastruktur TIK memiliki kaitan erat dengan kinerja logistik. Pembangunan jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan diperkuat dengan penyediaan titik akses internet hingga Digital Broadcasting System (DBS). Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dimaksimalkan dengan pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE).

NLE menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan kinerja logistik sebagaimana Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2020.

Agus menjelaskan, NLE merupakan sebuah platform digital layanan logistik hulu ke hilir dengan kolaborasi Kementerian/Lembaga (K/L), perusahaan terkait, serta pelaku logistik.

“Kolaborasi digital dalam satu platform (NLE), akan memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antar pulau,” ucapnya.

NLE berfungsi untuk menyederhanakan proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik, mengkolaborasikan sistem layanan logistik swasta baik domestik maupun internasional, memudahkan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha logistik, dan penataan tata ruang pelabuhan dan jalur distribusi barang.

Baca Juga : LPI Indonesia Anjlok, Penerapan NLE Jadi Solusi

Terobosan NLE berupa layanan Sistem Pelayanan Online Satu Pintu alias Single Submission (SSm), yang terus dikembangkan oleh Lembaga National Single Window (LNSW). Layanan seperti SSm Pengangkut, SSm Perizinan, dan Single Submission Quarantine Customs (SSm QC/SSm Pabean Karantina) berhasil memangkas tahapan proses bisnis, mengurangi proses repetisi dan duplikasi dengan satu kali submission, serta mempermudah pengurusan layanan logistik pemerintahan.

Saat ini, terdapat sekitar 15 kementerian dan/atau lembaga yang telah mempermudah pelaku usaha dengan pemanfaatan NLE, sehingga pelaku usaha tidak perlu lagi mendatangi masing-masing K/L untuk menanyakan regulasi, proses, dan persyaratan kemudahan berbisnis.

“Tujuan pembangunan NLE adalah agar proses melakukan bisnis di Indonesia makin kompetitif, baik dari segi waktu, simplifikasi, kecepatan, dan pada akhirnya dari segi biaya,” ucap Agus.

Baca Juga : Kiat Dongkrak LPI, Belajarlah dari India

Ketua LNSW menyebutkan, NLE merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak dan entitas di bidang logistik. Penerapan NLE tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga menghasilkan dampak positifnya bagi masyarakat.

“Dengan dukungan APBN tahun 2024 itu, implementasi NLE harus menjadi pendorong bagi inovasi dan koordinasi yang bertujuan meningkatkan kinerja logistik sehingga memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional,” ujar Agus.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *