LOGISTIKNEWS.ID – Pemerintah perlu lebih serius mendorong adanya berbagai bentuk kemudahan dan iklim berusaha termasuk bagi usaha kecil menengah (UKM) demi memajukan ekspor nasional.
Disisi lain, setiap hambatan terhadap eksportasi juga mesti dipangkas melalui kebijakan atau regulasi yang lebih berpihak kepada para eksportir maupun UKM.
“Mesti ada terobosan yang lebih konkret untuk memacu ekspor nasional. Selain perluasan pasar ekspor, peningkatan kualitas produk, komitmen mendorong pengembangan UKM, juga harus ada political will pemerintah melalui regulasi dan implementasinya dilapangan yang mendukung eksportasi. Kalau ada regulasi yang cenderung hambat ekspor, harus di evaluasi,” ujar Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) DKI Jakarta, Irwandy MA Rajabasa, kepada Logistiknews.id baru-baru ini.
Dia mengungkapkan, saat ini kondisi ekspor tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya lantaran faktor gonjang-ganjing ekonomi global serta masih berlangsungnya konflik sejumlah negara di dunia seperti Rusia-Ukraina maupun Israel dan Palestina.
Baca Juga : Gelar Musda ke III: Irwandy Pimpin Lagi GPEI DKI Jakarta 2023-2028
Baca Juga : Bikin Eksportir Tekor & Daya Saing Merosot, GPEI DKI Tolak Pembatasan Truk Logistik Saat Nataru
Karenanya, ujar Irwandy, pemerintah ataupun instansi terkait jangan lagi membuat aturan di dalam negeri yang berpotensi menghambat arus ekspor nasional, seperti halnya membatasi pergerakan lalu lintas barang ekspor saat Nataru maupun Idul Fitri.
Menurut Irwandy, kebijakan pengaturan ataupun pembatasan angkutan truk logistik menjelang/saat libur panjang seperti Nataru maupun Idul Fitri tidak sepenuhnya efektif menekan tingkat kemacetan di jalan nasional. Namun justru sangat merugikan para pelaku usaha logistik, ekspor-impor lantaran terjadi hambatan kelancaran arus barang.
Dia mengatakan sudah sejak lama GPEI menyoroti bahkan memprotes kebijakan pembatasan truk logistik saat Nataru dan Idul Fitri, karena kebijakan yang muncul selama ini cenderung hanya berpihak pada angkutan penumpang atau demi akomodir mudik dan wisata.
“Padahal kegiatan kelancaran ekspor itu seharusnya lebih diperhatikan karena ekspor mendatangkan devisa bagi negara yang cukup besar dalam kontribusi mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional,” tegasnya.
Untuk itu, GPEI kembali mengingatkan supaya regulasi pengaturan truk logistik pada saat Nataru (Natal 2023 dan Tahun Baru 2024) tidak menyulitkan para pelaku eksportir.
“Kegiatan eksportasi itu harus prioritas nomer satu. Jadi janganlah birokrrasi itu cari gampangnya cuma copy paste mengulang aturan tahun-tahun sebelumnya. Pembatasan truk ada gak pengaruhmya bagi orang mudik ?. Makanya inovasi birokrasinya mesti diubah, misalkan gunakan ganji genap untuk angkutan mudik, lalu mulai diatur bagaimana jadwal cuti yang proporsional demi kelancaran di saat masa libur tersebut. Bukan ambil gampanganya saja dengan batasin operasional truk logistik di saat seperti itu,” tegas Irwandy.
Ketua GPEI DKI Jakarta itupun mengungkapkan bahwa, model regulasi yang tidak berpihak kepada kelancaran arus barang dan logistik justru justru membuat performance indeks logistik Indonesia, merosot sehingga daya saing komoditi nasional lemah.
Baca Juga : Abaikan Kelangsungan Ekspor, GPEI Minta Menhub Anulir SKB Angkutan Lebaran
Sebagaimana diketahui, World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0.
Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.
Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
“Jadi kalau kita hendak mendongkrak kinerja LPI itu jangan ada pembatasan pergerakan arus logistik sekecil apapun, termasuk pembatasan pergerakan ekspor,” tegas Irwandy.
Laporan BPS
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa, nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2023 mencapai US$22,15 miliar atau naik 6,76 persen dibanding ekspor September 2023. Namun jika dibanding Oktober 2022 nilai ekspor turun sebesar 10,43 persen.
Adapun ekspor nonmigas pada Oktober 2023 mencapai US$20,78 miliar, atau naik 7,42 persen dibanding September 2023, dan turun 11,36 persen jika dibanding ekspor nonmigas pada Oktober 2022.
Secara kumulatif, BPS menyebutkan nilai ekspor Indonesia Januari–Oktober 2023 mencapai US$214,41 miliar atau turun 12,15 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$201,25 miliar atau turun 12,74 persen.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas pada Oktober 2023 terhadap September 2023 terjadi pada komoditas bahan bakar mineral sebesar US$673,1 juta (24,61 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar US$86,8 juta (7,48 persen).
Baca Juga : Kiat Dongkrak LPI, Belajarlah dari India
Sedangkan menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada periode Januari–Oktober 2023 turun 10,30 persen dibanding periode yang sama tahun 2022, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 10,44 persen dan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 20,80 persen.
BPS mencatat, ekspor nonmigas Oktober 2023 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,78 miliar, disusul India US$1,87 miliar dan Amerika Serikat US$1,82 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 45,63 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,66 miliar dan US$1,26 miliar.
Adapun jika berdasarkan provinsi asal barangnya, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Oktober 2023 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$30,76 miliar (14,35 persen), diikuti Kalimantan Timur US$23,48 miliar (10,95 persen) dan Jawa Timur US$18,26 miliar (8,51 persen).[redaksi@logistiknews.id]