Utak-Atik Beleid Peti Kemas Long Stay, GINSI Justru Minta Hapuskan Tarif Progresif

  • Share
Uji Coba Pengoperasian Reach Stacker di lapangan TPS Airin

LOGISTIKNEWS.ID – Rencana Revisi Peraturan Menteri Perhubungan No PM 25 Tahun 2017, disoroti para pelaku usaha  importir di pelabuhan, lantaran revisi tersebut tidak jelas urgensi dan targetnya.

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt Subandi mengatakan, bahkan asosiasinya telah menerima surat resmi dari Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, prihal permohonan masukan atas rencana Revisi aturan itu.

Beleid tersebut merupakan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 25 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No 116 Tahun 2016 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Pelabuhan Makassar.

Dalam dokumen yang diperoleh redaksi, rencana revisi beleid itu dalam rangka implementasi Instruksi Presiden No 5 tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional guna meningkatkan kinerja logistik nasional dalam pelayanan jasa kepelabuhanan.

Kemudian, terdapat arahan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) untuk mengubah batas waktu penumpukan di pelabuhan dari berbasis waktu 3 hari menjadi hanya berbasis Yard Occupancy Ration (YOR).

Arahan itu mempertimbangkan apabila menggunakan indikator waktu 3 hari akan berdampak pada peningkatan biaya logistik yang dibebankan pada pemilik barang yang akan mempengaruhi harga jual barang.

Berdasarkan pertimbangan itulah, Ditjen Hubla Kemenhub akan merevisi terhadap PM 25/2017 itu khususnya pada pengaturan batas waktu penumpukan di pelabuhan dengan alternatif sbb: Pertama, tetap menggunakan batas waktu dalam hari, namun batas waktu ditambah semula 3 hari menjadi 5 hari. Kedua, Menggunakan batas YOR 65%. Ketiga, Menggunakan batas YOR sesuai standar kinerja yang ditetapkan pada masing-masing pelabuhan.

Namun bagi GINSI, urgensi dan alasan revisi beleid tersebut tujuannya masih belum clear.

Apalagi, ujar Ketum GINSI Capt Subandi, Stranas PK tidak sungguh-sungguh memiliki tujuan yang clear soal keinginan menurunkan biaya logistik di indonesia karena tidak pernah menyentuh biaya yang justru tidak ada layananya di luar pelabuhan.

Ketua Umum BPP GINSI, Capt Subandi.

Selain itu, kata Subandi, terkait usulan yang akan memundurkan dwelling time dari 3 hari menjadi 5 hari, justru terdapat kejanggalan.

Dia menegaskan, disisi lain selama ini Bea dan Cukai gembar-gembor layanan custom clearance sudah lebih cepat karena hanya membutuhan waktu 1-2 hari saja, tetapi dilain sisi kenapa mempermasalahkan dwelling time yang diatas 3 hari.

“Apakah sedang ada upaya menurunkan layanan di custom untuk clearance menjadi 5 hari ? Kalau ini yang terjadi, berarti ada kemunduran layanan di bea cukai ?,” tanya Capt Subandi.

Konsekwensi lainnya, merevisi beleid itu bisa merubah core bisnis terminal peti kemas yang hanya melayani bongkar muat menjadi bisnis penumpukan atau storage.

“Justru bagi GINSI, Jika tujuanya untuk mengefesiensikan biaya maka seharusnya hilangkan tarif progresif menjadi tarif normal saja. Tidak perlu ada lagi tarif progresif 300% dan 600% di terminal peti kemas,” ujar Capt Subandi.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *