Sorotan Redaksi: Perlindungan Industri Nasional & Penaikkan PPh Impor, hingga Rekor Baru STS di TTL

  • Share
Aktivitas Terminal Petikemas Surabaya

LOGISTIKNEWS.ID – Sejumlah berita menjadi perhatian pembaca Logistiknews.id dalam sepekan terakhir (periode 7-12 April 2015).

Diantaranya, soal rencana penghapusan kuota dan peraturan teknis atau Pertek importasi yang mendapat respon dari kalangan pelaku usaha terkait yakni GINSI dan ALFI.

Selain itu, berita kinerja PT Terminal Teluk Lamong (TTL) yang mengukir prestasi baru dengan kembali mencetak rekor ship to ship kapal curah kering tercepat pada awal April tahun ini. Berikut rangkumannya.

Perlindungan Industri Nasional

Pemerintah Indonesia berencana membuka keran impor selebar-lebarnya untuk berbagai komoditas.Bahkan Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar kuota impor dihapus dan tidak ada persetujuan teknis yang selama ini menghambat gerak importir.

Merespon hal itu, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengatakan, Pemerintah perlu lebih berhati-hati dan melalui perhitungan yang matang dan komprehensif terhadap rencana kebijakannya tersebut, lantaran berpotensi membanjirnya produk impor dan melemahkan industri/produk dalam negeri karena semakin tak mampu bersaing dengan produk impor.

Menurut Wakil Ketua Umum BPP GINSI Erwin Taufan, jika langkah atau rencana yang bakal ditempuh Pemerintah itu tidak melalui kajian atau strategi pendukung yang matang, justru berisiko menggulung sektor industri nasional termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri. Buntutnya, konsumsi didalam negeri akan sangat tergantung terhadap barang asing  atau impor.

“Kami bukan tak setuju dengan rencana Pemerintah itu. Tetapi apakah sudah melalu kajian yang matang. Sebagai importir (GINSI) juga selama ini memiliki komitmen untuk menjaga keseimbangan ekonomi dengan tetap memerhatikan kelangsungan industri nasional. Tetapi kalau semua kran impor dibuka tanpa perlu Pertek, maka potensi banjir produk impor di dalam negeri dan bisa pertanda kiamat bagi produk lokal,” ujar Taufan.

Dia memaparkan, selama ini GINSI selalu siap mensupport kebijakan Pemerintah yang bertujuan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik demi kepentingan perekonomian nasional.

“Kita support perubahan untuk yang baik, tetapi harus diperhatikan juga kelangsungan industri dalam negeri.Paling tidak, yang menyangkut kebutuhan industri (buat bahan baku) mesti mendapatkan sesuai dengan jumlah kebutuhan produksinya. Tetapi bagi importasi yang hanya bersifat trading tetap harus ada aturan mainnya, gak bisa dilepas kepasar begitu saja,” ucapnya.

Erwin Taufan

Namun, Taufan mengingatkan terhadap kategori importasi yang dilakukan oleh produsen (pabrik) yang selama itu benar-benar untuk kebutuhan produksinya orientasi ekspor dan support kebutuhan konsusmi nasional idealnya tidak perlu dibatasi (kuota)-nya, karena jika kouta yang diperlukan namun realisasinya jauh dari kebutuhannya justru menghambat aktivitas industri tersebut.

“Kasihan kalangan industri atau pabrik yang sudah investasi tidak sedikit di dalam negeri yang selama ini benar-benar butuh importasi apalagi jika itu bahan baku. Sebagai contoh,  Krakatau Steel, terus bagaimana dia mau support kebutuahan di dalam negeri,” ungkap Taufan.

Sebelumnya Presiden Prabowo, dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025) meminta agar para Menterinya seperti Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, untuk meniadakan aturan menyangkut kuota impor.

“Enggak ada kuota-kuota itu. Enak saja (khusus kuota untuk beberapa perusahaan). Sudahlah, kita sudah lama jadi orang Indonesia. Jangan pakai-pakai praktik itu lagi. Siapa mau impor daging, silakan! Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan! Buka saja (keran impor). Rakyat kita pandai kok,” tegas Prabowo.

Usulkan Penaikkan PPh Impor

Sedangkan Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengemukakan, jika importasi dibuka selebar-lebarnya tanpa adanya perangkat regulasi ataupun sistem yang mengontrolnya, maka banjir barang impor di dalam negeri tidak bisa dihindari.

Namun, kata Adil, pernyataan Presiden itu  perlu disikapi secara bijaksana oleh semua pihak lantaran penghapusan kuota impor bukanlah perkara sederhana, tetapi mesti dilihat dari berbagai sisi termasuk bagaimana keseimbangan antara kepentingan industri di hulu dan hilir-nya.

Kondisi itu, kata dia, akan berimbas pada kelangsungan produksi industri dalam negeri, termasuk eksistensi usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) lokal yang notabene butuh sentuhan serius agar bisa lebih kompetetif dipasar lokal maupun global.

Kendati begitu, Adil mengusulkan jika kuota impor ditiadakan dan tidak ada lagi Pertek importasi, maka untuk meminimalisir membanjirnya barang impor di Indonesia, agar Pemerintah bisa menempuh solusi menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPh impor.

“Sebenarnya jika Pertek mau ditiadakan untuk barang-barang impor tertentu saja, tetapi harus ada ketentuan lain. Lalu misalnya, PPh impor dinaikkan. Kalau semua nggak pakai Pertek, habislah industri lokal dan kita pasti dibanjiri produk impor terutama dari China,” ucap Adil.

Dia juga mengatakan, sebelum menempuh opsi itu, Pemerintah harus membuat kajian terlebih dahulu secara komprehensif dengan melakukan mapping terhadap industri apa saja yang bisa di beri kemudahan untuk Perteknya yang notabene tidak mengganggu industri lokal termasuk UMKM.

“Kalau mau jujur, saat ini saja, industri lokal sudah sulit bersaing dengan serbuan barang-barang impor yang masuk. Kalau kemudian dibuka selebar-lebarnya importasi, apalagi jika itu berupa komoditi barang jadi atau konsusmsi, lalu bagaimana masa depan industri lokal dan UMKM kita,” paparnya.

Adil Karim

Adil mengatakan, jika PPh impor dinaikkan maka masyarakat tidak memburu atau membeli barang konsumsi impor karena harganya akan mahal, sehingga produk dalam negeri bisa bersaing di tanah air.

Dia mengatakan, saat ini untuk mengontrol importasi, Pemerintah telah memiliki perangkat Sistem Nasional Neraca Komoditas (SinasNK) yang berfungsi untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan impor seperti bahan baku untuk proses produksi industri dan konsumsi nasional. Dengan sistem itu, importasi hanya dilakukan untuk menutup kekurangan supaya kinerja industri tidak terganggu.

“Karenanya, Pemerintah perlu segera melibatkan dan berbicara dengan kalangan dunia usaha termasuk asosiasi agar wacana penghapusan kuota maupun Pertek impor tidak membuat bingung para pelaku bisnis dan justru berpotensi membuat pelaku usaha termasuk investor wait and see,” kata Adil.

Rekor Baru Ship To Ship

PT Terminal Teluk Lamong (TTL) mengukir prestasi baru dengan kembali mencetak rekor ship to ship kapal curah kering tercepat pada awal April tahun 2025 ini yaitu dengan durasi 34 menit.

Rekor ini terhitung dari durasi waktu antara Lastline kapal MV Okinawa dan Firstline kapal MV Sally, mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang oleh kapal MV Nikolas D dan MV Darya Ruchi dengan durasi ship to ship 47 menit di bulan Desember 2024 lalu.

Proses ship to ship dimulai dari pelepasan MV Okinawa dengan LOA 225 meter yang membawa muatan jagung USA sebanyak 47.300 MT, dilanjutkan penyandaran MV Sally dengan LOA 210 meter yang membawa muatan 26.955 MT bungkil kedelai Brazil.

Seluruh operasi berjalan efisien berkat koordinasi cepat dan solid antar tim, kembali membuktikan kesiapan TTL dalam menangani pergantian kapal dengan waktu yang sangat singkat.

Direktur Utama PT Terminal Teluk Lamong, David Pandapotan Sirait, menegaskan bahwa kunci kelancaran operasional terletak pada sinergi tim yang terbangun sebelum kapal bersandar. Koordinasi antara tim operasi TTL, tim pelayanan kapal Pelindo Regional 3, dan PT Pelindo Marine Service serta shipping agent dari kedua kapal menjadi faktor utama dalam keberhasilan ini.

“Capaian ini merupakan bukti nyata bahwa sinergi dan koordinasi yang solid antar tim mampu menciptakan efisiensi luar biasa dalam proses operasional kami. Rekor 34 menit ini bukan sekadar angka, tetapi representasi dari komitmen TTL untuk terus berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa. Kami akan terus mendorong peningkatan kinerja agar TTL menjadi pelabuhan yang semakin andal dan kompetitif di tingkat nasional maupun global.” ujarnya.

Dirut PT Terminal Teluk Lamong (TTL), David Pandapotan Sirait.

David mengemukakan, proses ship to ship (STS) merupakan salah satu indikator layanan operasional yang akan terus ditingkatkan, hal ini telah menjadi fokus dalam issue strategis Pelindo di 2025.

Upaya ini membuahkan hasil, dari target awal penyelesaian dalam dua jam, kini dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu jam.

“Efisiensi tersebut bukan hanya memangkas waktu tunggu kapal untuk sandar, tetapi juga meningkatkan pemanfaatan tambatan yang secara signifikan mendorong performa TTL semakin unggul di masa depan,” papar David.[am]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *