LOGISTIKNEWS.ID- Permasalahan kendaraan Over Dimension dan Over Load (ODOL) merupakan isu strategis yang berdampak langsung terhadap kualitas infrastruktur, keselamatan lalu lintas, serta efisiensi logistik nasional.
Oleh karena itu, penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial atau sektoral, melainkan membutuhkan pendekatan sistemik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pelaku usaha angkutan barang yang berada di garda terdepan dalam mendistribusikan kebutuhan logistik di seluruh pelosok tanah air.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) sebagai organisasi yang mewadahi para pengusaha truk di Indonesia, memandang telah menyampaikan usulan secara komprehensif sebagai bahan pertimbangan strategis bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan ke depan.
“Bahkan usulan Aptrindo mengenai penanganan Truk ODOL itu telah kami sampaikan saat beraudiensi dengan Deputi Bidang Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, hari Rabu 4 Juni 2025 lalu, ujar Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan, melalui keterangan resminya pada Selasa (10/6/2025).
Dia mengungkapkan, usulan yang disampaikan oleh Aptrindo terhadap penanganan Truk ODOL itu diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi utama dalam penyusunan kebijakan transportasi barang yang lebih inklusif dan aplikatif, sekaligus membuka ruang koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah dan dunia usaha.
Pasalnya, Aptrindo memandang bahwa belum maksimalnya pencapaian dikarenakan program penanganan kendaraan ODOL hanya menitikberatkan aspek penindakan pada pelaku usaha angkutan barangnya saja, belum menyentuh pada aspek penindakan pengguna jasa angkutan barang atau pemilik barangnya.
Karenanya perlu pendekatan baru yang lebih konstruktif, solutif, dan kolaboratif dalam rangka mempercepat penanganan kendaraan lebih dimensi (over dimension) dan lebih muatan (over load) secara sistematis.
Gemilang menegaskan, strategi yang diusulkan bertumpu pada prinsip kemudahan, keadilan, keterbukaan, serta pemberdayaan pelaku usaha angkutan barang sebagai bagian integral dari penyelesaian permasalahan nasional ini.
Teks Photo: Pengurus Aptrindo, sersama Deputi Bidang Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, pada Rabu 4 Juni 2025.
“Oleh sebab itu, Aptrindo meyakini bahwa dengan memperkuat sinergi, menata ulang regulasi secara adil, serta membuka akses dan kemudahan bagi pelaku usaha untuk patuh pada aturan, maka program penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (ODOL) akan lebih efektif, berkelanjutan, dan berdampak nyata,” ucap Gemilang.
Berikut 10 Point Usulan Aptrindo, berkaitan dengan penanganan Truk ODOL.
1. Program KIR Amnesti
Kebijakan ini bertujuan untuk mengakomodir realita di lapangan di mana sebagian besar kendaraan angkutan barang yang saat ini beroperasi adalah kendaraan hasil modifikasi atau perakitan yang sudah beredar jauh sebelum diterapkannya regulasi teknis dimensi dan muatan yang ketat.
Kendaraan-kendaraan tersebut pada umumnya tidak memiliki Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) sesuai ketentuan terbaru dan tidak dapat mengikuti uji KIR karena tidak sesuai dengan spesifikasi pabrikan. Kondisi ini menyebabkan dilema bagi pemilik kendaraan yang ingin patuh pada aturan justru mengalami kesulitan administratif dan biaya tinggi untuk kembali memperoleh legalitas kendaraan, sehingga sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak mengikuti proses normalisasi.
Program KIR Amnesti diharapkan mampu menjadi jalan keluar bagi kebuntuan kebijakan yang terjadi selama ini. Melalui program ini, pemerintah memberikan kemudahan dan insentif legalitas bagi pemilik kendaraan yang telah menunjukkan itikad baik dengan melakukan normalisasi sesuai spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Dalam konteks ini, pendekatan kebijakan lebih menitikberatkan pada aspek kebermanfaatan dan keselamatan, tanpa mengabaikan prinsip hukum dan teknis kendaraan.
2. Pembetukan Satuan Tugas Khusus (Desk Khusus)
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa implementasi program penanganan kendaraan lebih dimensi (over dimension) belum maksimal, terlihat bahwa tingkat partisipasi pemilik kendaraan dalam program normalisasi sangat rendah.
Banyak pelaku usaha enggan mengikuti proses penyesuaian karena terhambat oleh mekanisme birokrasi yang panjang, tidak sinkronnya antar-regulasi, serta minimnya pendampingan langsung dari pemerintah.
Di sisi lain, pelaku usaha juga menghadapi kebingungan atas tidak jelasnya proses pasca normalisasi, khususnya dalam pengurusan legalitas kendaraan seperti Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan Uji KIR.
Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan baru yang lebih solutif dan berorientasi pada pelayanan, agar kebijakan penanganan kendaraan lebih dimesi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL) tidak hanya mengedepankan penegakan hukum, tetapi juga solusi yang aplikatif dan mendorong kepatuhan pelaku usaha secara sukarela.
Aptrindo mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Khusus (Desk Khusus) penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatansebagai solusi konkret dan terobosan yang responsif terhadap realita di lapangan. Desk Khusus ini akan berperan sebagai pusat koordinasi, pendampingan, pelayanan informasi, serta fasilitasi proses legalisasi kendaraan pasca normalisasi, seperti penerbitan Sertifkat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan Uji KIR.
3. Digitalisasi Sistem Pengendalian dan Pengawasan Kendaraan / Muatan Dari Hulu Sampai Hilir.
Salah satu kelemahan utama dalam implementasi kebijakan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL) selama ini adalah masih digunakannya metode pengawasan dan pendataan secara manual.
Hal ini terbukti tidak efisien, tetapi juga membuka ruang terjadinya penyimpangan dan menyuburkan praktek pungutan liar, serta lemahnya koordinasi antar instansi terkait.
Aptrindo mengusulkan dilakukannya transformasi menyeluruh melalui digitalisasi sistem pengendalian dan pengawasan kendaraan dan barang muatan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, sebagai terobosan yang sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan tata kelola logistik nasional yang lebih transparan dan akuntabel.
4. Pengawasan dan Penegakan Hukum Bagi Pemilik Barang atau Pengguna Jasa Angkutan.
Keberhasilan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL) bukan hanya bergantung pada penganturan aspek teknis kendaraan dan pemilik kendaraan saja, akan tetapi juga pada aspek tata kelola logistik secara menyeluruh.
Kegiatan distribusi barang harus dimaknai dan dipahami secara komprehensif dari hulu sampai ke hilir, sehingga setiap kebijakan penanganan yang dibuat oleh regulator dapat memenuhi rasa keadilan.
Mengusulkan pengguna jasa atau pemilik barang muatan turut diatur dan dikenakan kewajiban hukum, termasuk dalam penyusunan dan penyampaian manifes muatan serta tanggung jawab atas bobot muatan yang diangkut.
Dengan demikian, tanggung jawab tidak sepenuhnya dibebankan kepada pengusaha truk, tetapi dibagi secara proporsional kepada semua pelaku rantai logistik.
5. Pembatalan Perdirjen Perhubungan Darat Nomor KP.4413/AJ.307/DRJD/2020 tentang dimensi angkutan barang curah
Regulasi tersebut mengatur secara kaku batas tinggi bak kendaraan angkutan barang curah, yang dalam prakteknya tidak sesuai dengan kondisi dinamika di lapangan.
Dalam sistem distribusi logistik nasional, kendaraan angkutan barang curah memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan kendaraan angkutan lainnya.
Kebutuhan akan volume dan efisiensi dalam pengangkutan barang curah menuntut adanya dimensi kendaraan yang proporsional, sesuai praktek bisnis yang wajar dan sah.
Namun, dengan adanya pembatasan tinggi yang tidak mempertimbangkan kondisi riil dilapangan tersebut, banyak kendaraan akhirnya tidak bisa memperoleh Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan Uji KIR, sehingga kehilangan haknya sebagai kendaraan yang legal sesuai aturan.
Untuk itu, Aptrindo mengusulkan perlu dilakukan evaluasi dan pembatalan terhadap Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor KP.4413/AJ.307/DRJD/2020 tentang Dimensi Kendaraan Bermotor Angkutan Barang untuk Angkutan Barang Curah, yang terbukti kontraproduktif terhadap realitas kebutuhan logistik nasional.
6. Reformasi Kebijakan Uji KIR Nasional Tanpa Batasan Wilayah.
Salah satu tantangan utama dalam penyelenggaraan angkutan barang yang berkeselamatan adalah keterbatasan dan kerumitan prosedur dalam pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor (uji KIR), khususnya bagi kendaraan angkutan barang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, pelaksanaan uji KIR masih dibatasi pada unit pelaksana pengujian yang sesuai dengan wilayah registrasi kendaraan (nomor polisi), sebagaimana diatur dalam Pasal 27. Ketentuan ini diperkuat dengan Pasal 28 yang mensyaratkan adanya surat “numpang uji” apabila pengujian dilakukan di luar wilayah asal registrasi.
Namun dalam prakteknya, ketentuan tersebut justru menciptakan hambatan administratif dan membuka celah bagi praktek pungutan liar. Proses permohonan surat numpang uji seringkali memakan waktu, tidak efisien, dan tidak jarang disertai biaya-biaya tidak resmi.
7. Pemberian Insentif Biaya Tol dan Pajak Kendaraan
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya penegakan aturan Over Dimension Over Load (ODOL) adalah tingginya beban usaha yang harus ditanggung oleh pelaku usaha angkutan barang.
Beban tersebut tidak hanya berasal dari kewajiban teknis dan administratif, namun juga dari tekanan biaya operasional yang semakin hari semakin berat. Sedangkan tarif angkutan barang yang ada saat ini sangat murah akibat mekanisme pasar yang menciptakan perang tarif antar pelaku usaha.
Kondisi saat ini diperparah dengan pemberlakuan OPSEN Pajak Kendaraan Bermotor, dimana Pemerintah Daerah diberikan kewenangan menambah pungutan pajak sebesar 66% dari nilai Bea Balik Nama (BBN) dan 66% dari nilai Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Kebijakan ini menimbulkan ketimpangan antara kewajiban fiskal yang dibebankan kepada pengusaha angkutan barang dan kualitas pelayanan infrastruktur jalan yang belum optimal. Ketika pungutan pajak meningkat, namun akses jalan nasional dibatasi dan kendaraan.
8. Usulan Perubahan Muatan Sumbu Terberat (MST) Menjadi 13 Ton
Muatan Sumbu Terberat (MST) yang berlaku di Indonesia saat ini masih mengacu pada batas maksimum 10 ton, sebagaimana tertuang dalam regulasi teknis mengenai jalan dan kendaraan angkutan barang.
Rendahnya batas MST juga menimbulkan keterbatasan signifikan dalam pengangkutan barang, yang pada akhirnya berimbas pada biaya logistik yang lebih tinggi. Kendaraan harus melakukan perjalanan lebih banyak untuk mengangkut muatan yang seharusnya dapat diangkut dalam jumlah yang lebih efisien jika MST ditingkatkan.
Efek berantai dari kondisi ini adalah meningkatnya harga barang di tingkat konsumen dan semakin beratnya beban operasional yang harus ditanggung oleh perusahaan angkutan barang. Dalam konteks perkembangan kebutuhan logistik nasional yang semakin kompleks dan menuntut efisiensi tinggi, batas MST sebesar 10 ton sudah tidak lagi relevan.
Disisi lain, kapasitas kendaraan angkutan barang yang beroperasi saat ini telah jauh berkembang dari sisi teknologi dan daya dukung. Banyak kendaraan yang secara teknis mampu menanggung beban lebih besar secara aman dan efisien. Namun, batas MST yang rendah menghambat kemampuan optimalisasi tersebut.
MST Indonesia yang hanya 10 ton menjadi tidak kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN maupun global, di mana MST umumnya sudah ditetapkan pada kisaran 12 hingga 13 ton.
Hal ini menjadikan sektor logistik Indonesia kurang kompetitif dan berpotensi menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi nasional di tengah era perdagangan bebas dan integrasi rantai pasok internasional.
9. Dukungan Program Peremajaan Angkutan Barang Nasional
Salah satu akar permasalahan dalam penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL) yang selama ini belum mendapat perhatian serius adalah masih dominannya populasi kendaraan angkutan barang yang telah berusia di atas 20 tahun.
Saat ini, realita di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kendaraan angkutan barang yang masih beroperasi telah berusia lebih dari 20 tahun, dengan kondisi teknis yang tidak lagi ideal dan tidak sesuai dengan regulasi terbaru terkait spesifikasi teknis kendaraan.
Kendaraan-kendaraan tua ini, selain tidak efisien secara operasional, juga cenderung mengalami modifikasi dimensi dan muatan yang tidak sesuai standar, yang pada akhirnya memperparah persoalan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL).
Di sisi lain, beban usaha yang semakin tinggi, ditambah dengan rendahnya tarif angkutan, membuat banyak pelaku usaha terjebak dalam lingkaran praktek tidak sehat seperti overload dan tarif murah, yang pada akhirnya merugikan seluruh ekosistem logistik.
10. Evaluasi dan Pembatalan Regulasi yang Tumpang Tindih dan Kontraproduktif
Ketidaksinkronan antar peraturan teknis di lingkungan Kementerian Perhubungan maupun regulasi turunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat serta tidak sesuai dengan kondisi riil praktek dilapangan menjadi hambatan serius dalam mendorong partisipasi pelaku usaha angkutan barang untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku.
Banyaknya regulasi yang tumpang tindih dan kontraproduktif bukan hanya membingungkan pelaku usaha, tetapi juga melemahkan integritas penegakan hukum di lapangan.
Disisi lain, aparat pengawas mengalami dilema dalam implementasi pengendalian karena peraturanperaturan tersebut membuka celah justifikasi yang beragam, sehingga membuka ruang terjadinya praktik penafsiran yang tidak seragam dan rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan yang akhirnya menyuburkan praktek pungutan liar.
Karenanya, Aptrindo mengusulkan beberapa regulasi aturan harus segera dicabut atau dibatalkan, untuk menjamin rasa keadilan bagi para pelaku usaha angkutan barang.
Adapun 10 point usulan itu telah disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI melalui surat resmi DPP Aptrindo pada 1 Juni 2025 yang ditandatangai Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan dan Agus Pratiknyo selaku Wakil Sekjen.[am]