Beleid ‘Anyar’ Kelaikan Peti Kemas Disosialisasikan, Pegiat Maritim beri Catatan Ini..

  • Share
Tumpukan Peti Kemas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta (Photo:Logistiknews.id)

LOGISTIKNEWS.ID – Peraturan Menteri Perhubungan No.25 Tahun 2022 Sebagai pengganti PM 53 tahun 2018 tentang kelaikan peti kemas dan berat kotor peti kemas terverifikasi (VGM) telah disosialisasikan melalui kegiatan focus group discussion (FGD) pada pekan lalu di Jakarta.

Beleid itu merupakan bentuk komitmen Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub sebagai regulator melaksanakan aturan konvensi IMO yaitu CSC 72 dan SOLAS 1974 yang sudah lama di ratifikasi.

“Komitmen Ditjen Hubla untuk meningkatkan kelaikan, keselamatan operasional peti kemas di pelabuhan dan kapal maupun keselamatan kapal itu sendiri, sehingga perlu memberikan sosialisasi dan penegasan  pemahaman kembali kepada para stakeholder peti kemas untuk menyiapkan implementasinya nanti”, ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ahmad Wahid saat membuka FGD tersebut.

Turut hadir dalam FDG itu antaralain; dari Kantor Kesyabandaran Utama, Kantor Otoritas Pelabuhan Utama, kepala Kantor Ksop Kelas I Semarang, kepala Kantor Ksop Kelas I Panjang, Manajemen PT Pelindo, Terminal, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Jakarta International Container Terminal (JICT), New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Peti Kemas Surabaya, Terminal Peti Kemas Makassar, BICT Belawan, TPK Koja, Terminal Teluk Lamong, serta para badan usaha, stakeholder dan asosiasi terkait.

Ditjen Hubla Kemenhub menyosialisasikan Peraturan Menteri Perhubungan No.25 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi ( VGM ) melalui kegiatan focus group discussion (FGD) pada pekan lalu di Jakarta.

Wahid mengungkapkan, dalam Permenhub 25 Tahun 2022 ini mengatur tentang persyaratan kelaikan peti kemas yang baru maupun lama, syarat badan usaha atau badan klasifikasi untuk ditunjuk sebagai badan yg melakukan pemeriksaan pengujian dan approval.

“Selain itu Permenhub ini mengatur tentang siapa yang bertanggung jawab dalam VGM , metode penentuan VGM, Pelaksanaan VGM di terminal, Approve metode 1 VGM maupun metode 2 VGM, dan juga bagaimana pengawasannya serta sanksi administrasinya,” ucapnya.

Disamping itu, imbuh Wahid, Permenhub 25 Tahun 2022 ini akan memberikan kepastian hukum atau regulasi kepada stakeholders peti kemas maupun Syahbandar dan penyelenggaraan pelabuhan sebagai pengawas nantinya  terhadap kelaikan peti kemas dan VGM.

Soroti Modifikasi

Sebelumnya, pengamat dan pegiat kemaritiman, kepelabuhan dan logistik menyoroti beleid tersebut lantaran adanya celah bagi pabrikan atau bengkel peti kemas untuk memodifikasi ataupun membuat peti kemas dengan bentuk maupun ukuran sesuai kepentingan pemesan individual.

Sekjen Indonesia Maritime, Transportation &  Logistic Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tentowi mengemukakan, celah tersebut menyusul adanya Peraturan Menteri Perhubungan No:PM 25 Tahun 2022 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi atau VGM.

“Oleh karena itu, beleid yang terbit pada Oktober 2022 itu perlu di tinjau ulang. Sebab, kami melihat ada celah bagi pabrikan/bengkel untuk memproduksi peti kemas sesuai pesanan diluar standar yang berlaku umum. Sebab pada umumnya kalau sesuai ISO kontainer internasional itu berlaku ukuran 20, 40, dan 45,” ujarnya, kepada Logitiknews.id.

Sekjen Indonesia Maritime, Transportation &  Logistic Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tentowi.(Photo: Logistiknews.id/am)

Dia juga heran lantaran di beleid itu disebutkan bahwa pemilik peti kemas wajib melepas Pelat Persetujuan Kelaikan (CSC Safety Aproval Plate) jika peti kemas telah dimodifikasi dan tidak memenuhi persyaratan. Namun di pasal lainnya dalam beleid itu justru menyatakan peti kemas yang dimodifikasi dapat diberikan persetujuan oleh otoritas terkait.

“Apakah persetujuan itu menyatakan peti kemas menjadi laik lagi atau bagaimana ?. Lalu apakah peti kemas ini yang tanpa CSC plate diberikan persetujuan jadi laik kembali,” tanya Ridwan.

Untuk itu, kata dia, sejumlah p<span;>asal-pasal mengenai modifikasi dan bengkel perbaikan peti kemas di beleid itu akan menjadi multi tafsir. Dan hal ini justru pada praktiknya berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran dan juga keselamatan dijalan raya pada saat pengangkutan peti kemas dari gudang (industri) ke pelabuhan ataupun sebaliknya.

Disisi lain, imbuhnya, Pemerintah RI saat ini sedang gencar mengampanyekan serta memberikan payung hukum untuk meniadakan angkutan over dimension dan over load (ODOL).

Ridwan mengkhawatirkan jika praktik modifikasi dan perubahan ukuran peti kemas bertambah marak di Indonesia, otomatis akan mempengaruhi fungsi alat angkut (armada truck) dan lain-lainnya.[am]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *