LOGISTIKNEWS.ID – Hingga kini praktik operasional kendaraan barang melebihi kapasitas angkut maupun dimensi atau Over Dimensi dan Over Loading (ODOL) masih menjadi soroton, lantaran belum mampu diberantas secara penuh.
Padahal, Pemerintah Indonesia, telah memprogramkan bebas praktik ODOL tersebut pada awal 2023. Namun faktanya, hingga melewati semester kedua tahun 2024 ini, praktik ODOL masih menjadi persoalan, dan seolah tak kunjung usai.
“Karena itu diperlukan ketegasan Pemerintah pusat dan dan daerah tanpa tebang pilih untuk menegakkan aturan bebas truk ODOL di seluruh wilayah Indonesia jika ingin memberantas ODOL,” ujar Pemerhati logistik dan kemaritiman dari Indonesia Logistic and Maritime Watch (IMLOW), Achmad Ridwan Tento, kepada Logistiknews.id, pada Selasa (20/8/2024).
Dia mengatakan, praktik ODOL dapat dihilangkan jika semua pihak komitmen pada aspek safety atau keselamatan angkutan barang dijalan ketimbang hanya mempertimbangkan aspek keekonomian (efisiensi) logistik.
“Jadi kita mesti fokuskan pada aspek keselamatannya jika benar-benar mau memberantas praktik ODOL, dan penegakkan hukumnya jangan tebang pilih,” ujar Ridwan.
Dia mengatakan, program bebas ODOL juga merupakan cara mengurangi beban kerusakan infrastruktur jalan yang saat ini sangat membebani anggaran negara.
Oleh karena itu, imbuhnya IMLOW mengajak semua pihak untuk mendukung dalam menyukseskan pemberantasan truk ODOL.
“Pemerintah mesti komitmen dan jalan terus dengan program Zero ODOL itu meskipun masih terdapat pihak-pihak yang merasa keberatan dengan program itu, sehingga mesti tertunda dari target waktu semula. Sebab salah satu tantangan dari kehadiran kendaraan angkutan barang di Indonesia adalah upaya untuk mengurangi kendaraan ODOL,” ucap Ridwan.
Sebagaimana diketahui, Kemenhub sebelumnya menargetkan Indonesia bebas ODOL pada awal 2023, setelah sebelumnya ditargetkan pada 2021. Namun program bebas ODOL itu hingga kini juga belum bisa terealisasi.
Praktik ODOL merupakan kendaraan logistik yang mengangkut barang secara berlebihan. Artinya, kendaraan berat yang memiliki dimensi dan muatan berlebih, atau tidak sesuai regulasi yang berlaku.
Achmad Ridwan mengungkapkan, praktik ODOL kerap kali menimbulkan masalah, lantaran berpotensi kecelakaan di jalan raya.
Sebab, dengan membawa beban berlebih, potensi truk ODOL mengalami insiden cukup besar, mulai karena rem blong sampai hilang kendali yang tak hanya berdampak kerusakan, namun korban jiwa.
“Praktik ODOL juga menimbulkan persoalan sosial lainnya, termasuk biaya bahan bakar yang lebih tinggi, berkontribusi besar pada kerusakan jalan, bahkan pencemaran udara atau polusi,” papar Ridwan.
Oleh karenanya, IMLOW mengajak semua pihak termasuk kalangan industri dan pemilik barang serta pelaku/operator truk logistik untuk mendukung pemberantasan truk ODOL.
Disisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga telah berupaya untuk mengurangi aktivitas kendaraan ODOL dengan melarang kendaraan berlebih muatan dan dimensi tersebut memasuki jalan tol juga dengan memaksimalkan pengoperasian UPPKB di jalan nasional. Hal ini bertujuan untuk menjaga keselamatan dan mengalihkan sebagian angkutan jalan ke moda lain seperti angkutan kereta dan angkutan laut.
Kementerian Perhubungan juga bekerjasama dengan Kepolisian RI dan Pemerintah Daerah (Pemda) telah melakukan upaya serius, diantaranya normalisasi kendaraan truk obesitas itu.
Bahkan, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Irjen Pol Risyapudin Nursin mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, siap melakukan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap kendaraan angkutan barang yang melakukan pelanggaran.
Kegiatan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap kendaraan angkutan barang yang melakukan pelanggaran atau kategoriover load dan over dimension (ODOL), itu dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada 19-25 Agustus 2024.
Penindakan terhadap angkutan barang kategori obesitas itu bertujuan meningkatkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta menekan fatalitas kecelakaan yang melibatkan angkutan barang.
Risyapudin berharap, ke depannya Dinas Perhubungan di masing-masing wilayah juga dapat secara rutin dan mandiri melakukan pengawasan dan penegakkan hukum pada kendaraan angkutan barang yang menjadi tanggung jawab di wilayahnya.
Respon Pengusaha
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengemukakan, penindakan terhadap truk ODOL tidak akan efektif sepanjang belum adanya kesepahaman bersama instansi terkait dalam memberantas ODOL.
“Sejak awal kami selaku pengangkut (transporter) mendukung tidak adanya ODOL, tetapi faktanya dilapangan justru masih ada instansi yang keberatan dengan pelarangan ODOL lantaran akan mengancam perekonomian dan mengganggu roda industri maupun distribusi barang. Hal ini kan menjadi dilema,” ujar Gemilang kepada Logistiknews.id.
Dia mengatakan, dalam beberapa kali rapat kordinasi yang diikuti Aptrindo, bahwa pihak Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Perdagangan masih belum sepaham dengan upaya peniadaan ODOL ditengah situasi perekonomian yang belum stabildan masih dalam masa masa peralihan.
“Kami meyakini, jika penindakan ODOL dilakukan akan banyak yang terjaring, sebab selama ini pemerintah sendiri yang gak konsisten. Makanya, kita pengin tahu dulu konsistensinya. Kalau semua instansi sudah sepakat laksanakan itu, pasti kita dukung,” tegas Gemilang.
Dia mengingatkan, jika tidak ada konsitensi bersama dalam peniadaan ODOL, maka pengusaha trucking yang akan terus menjadi korbannya, dan hal ini dirasakan tidak fairness.
“Jadi kalau penegakkan ODOL tidak konsisten, pengusaha truk yang menjadi korban, dan kita akan lawan mereka,” ucap Gemilang.[redaksi@logistiknews.id]