LOGISTIKNEWS.ID- Sejak dipercaya oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa kerap melontarkan gagasan-gagasannya yang cukup progresif yang berkaitan dengan urusan pendapatan dan pengeluaran negara atau pajak (fiskal).
Bahkan baru-baru ini, Menkeu Purbaya ingin memastikan kepatuhan dan penegakan hukum pada sektor kepabeanan dan cukai di tengah target penerimaan negara yang naik pada APBN 2026.
Untuk itu, importasi kategori jalur hijau Bea Cukai yang awalnya tidak tersentuh pemeriksaan fisik rencananya bakal dilakukan pemeriksaan fisik.
Langkah ini, menurut Menkeu, guna meningkatkan penegakan hukum dan kepatuhan sejalan dengan kenaikan target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai.
Menkeu Purbaya juga menginstruksikan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu untuk memeriksa secara random importasi kategori jalur hijau yang sebelumnya tidak pernah tersentuh pemeriksaan fisik.
Adapun saat ini, jalur importasi Bea Cukai merujuk pada mekanisme utama yakni jalur hijau yang tidak memerlukan pemeriksaan fisik barang, dan penetapan jalur ini didasarkan pada profil importir, profil komoditas, informasi intelijen, dan kriteria lain yang ditetapkan untuk memastikan kepatuhan dan keamanan perdagangan.
Kemudian, adalah jalur merah yang mengharuskan adanya pemeriksaan fisik secara menyeluruh karena adanya risiko atau ketidaksesuaian yang terdeteksi oleh Bea Cukai.
Jalur merah akan melalui pemeriksaan fisik dan verifikasi dokumen secara menyeluruh oleh petugas Bea Cukai berdasarkan profil operator ekonomi, profil komoditas, informasi intelijen, atau adanya ketidaksesuaian dalam pemberitahuan pabean.
Pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) juga memastikan akan melakukan pemeriksaan fisik barang-barang impor pada jalur hijau di pelabuhan secara terbatas sebagai tindak lanjut instruksi Menkeu itu.
Pasalnya, secara prinsip, otoritas kepabeanan di pelabuhan bisa memeriksa fisik barang impor yang masuk di jalur hijau dengan dua tujuan. Selain untuk menguji keandalan sistem penjaluran berbasis risk engine serta untuk menjaga kepatuhan importir agar selalu konsisten memenuhi ketentuan.
Hal inipun direspon pelaku usaha importasi yang bernaung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) maupun Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).
“Makanya harus clear terlebih dahulu apa yang di maksud oleh Menkeu Purbaya itu, mengenai pemeriksaan fisik tersebut. Karena kategori jalur merah pun di sebut pemeriksaan fisik. Hanya saja hico-scan belum bisa menggantikan periksa pisik secara manual,” ujar Ketua Umum BPP GINSI, Capt Subandi, kepada Logistiknews.id,pada Rabu (1/10/2025).
Sedangkan Sekjen DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Trismawan Sanjaya menegaskan, pemeriksaan fisik importasi jalur hijau justru berpotensi menimbulkan high cost ekonomi, dan memengaruhi kelancaran arus barang dan logistik.
“Selain itu bertentangan dengan kesepakatan global terkait dengan identifikasi resiko importasi sebagaimana yang dituangkan dalam Authorized Economic Operator (AEO),” ujarnya kepada Logistiknews.id pada Rabu (1/10/2025).
AEO adalah sertifikasi yang diberikan oleh otoritas pabean kepada perusahaan yang terlibat dalam pergerakan barang internasional sebagai bagian dari rantai pasokan, yang menunjukkan kepatuhan pada standar keamanan dan proses bisnis yang ditetapkan oleh Pabean Dunia (WCO).
“Sertifikasi ini memberikan perlakuan kepabeanan tertentu dan kemudahan prosedur bagi perusahaan, meningkatkan efisiensi dan daya saing dalam perdagangan global,” ujar Trismawan.
Gunakan Alat Pemindai
Adapun di beberapa pelabuhan utama yang notabene sebagai pintu masuk ekspor impor, saat ini juga telah tersedia alat pemindai petikemas (hico-scan).
Alat pemindai peti kemas ini berguna untuk menghalau segala bentuk penyelundupan barang ekspor dan impor mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
Dengan alat yang mampu memindai isi peti kemas secara cepat dan akurat itu, maka pemeriksaan barang tanpa perlu membuka isi kontainer, proses pemeriksaan menjadi lebih efisien, mengurangi waktu tunggu, serta mencegah potensi kegiatan ilegal, sehingga pemeriksaan fisik barang impor akan semakin efektif.
Di Pelabuhan Tanjung Priok misalnya, alat pemindai peti kemas telah tersedia di Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal-One (NPCT-1), Terminal 3 Priok dan Terminal Mustika Alam Lestari serta TPFT Graha Segara ( khusus untuk kategori importasi jalur merah).
Kelancaran Arus Barang
Disisi lain, menjamin kelancaran arus barang dan logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya oleh manajemen Pelabuhan, tetapi juga seluruh entitas bisnis yang terlibat didalamnya maupun di luar pelabuhan.
Berbagai upaya untuk memperlancar arus barang dari dan ke pelabuhan tersibuk di Indonesia itu-pun terus dilakukan. Bahkan telah disepakati ambang batas yard occupancy ratio (YOR) maupun parameter receiving dan delivery (R/D) agar tidak lagi terjadi kemacetan parah seperti beberapa waktu lalu. Bahkan saat ini, pelabuhan Tanjung Priok telah mendeklair atau go-live implementasi terminal booking system atau TBS.
Stakeholders di Pelabuhan Tanjung Priok telah menyepakati parameter harian kegiatan pengeluaran dan pemasukan petikemas atau receiving dan delivery (R/D) pada terminal petikemas di lingkup pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Logistiknews.id, bahwa parameter harian R/D di Jakarta International Container Terminal (JICT) adalah sebanyak 4.500 bok/hari, Terminal Petikemas (TPK) Koja 2.000 bok, IPC TPK Internasional (OJA) dan IPC TPK Internasional (TSJ) 1.500 bok.
Adapun parameter R/D harian di IPC TPK Domestik (MSA) dan IPC TPK Domestik (Temas) 2.000 bok, IPC TPK Domestik (009) sebanyak 800 bok, IPC TPK Domestik (Adipurusa) 1.500 bok, dan IPC TPK Domestik (DHU) 1.500 bok.
Selain itu, parameter R/D harian di New Priok Container Terminal-One (NPCT-1) sebanyak 2.800 bok, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL/NPH) 1.200 bok, PT Pelabuhan Tanjung Priok/PTP Multipurpose 350 bok dan Prima Nur Panurjwan (PNP) 750 bok.
Sedangkan di Terminal Khusus Mobil atau Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) parameter harian R/D-nya sebanyak 1.500 unit.[am]













