LOGISTIKNEWS.ID – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan ada beberapa komoditas yang konsumsinya masih rendah di Indonesia.
Komoditas itu diantaranya keramik yang konsumsi per kapita di Indonesia hanya 2,2 meter persegi/kapita, masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 2,5 m2/kapita.
Kemudian mobil dengan tingkat kepemilikan 99 mobil/1000 orang (dibandingkan dengan Thailand dengan 240 mobil/1000 orang dan Malaysia dengan 450 mobil/1000 orang), maupun produk kosmetik seperti hair product yang konsumsi per kapitanya hanya setengah dari konsumsi Thailand.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, hal ini bisa menjadi peluang bisnis bagi industri dalam negeri untuk membidik pasar domestik.
“Ada potensi kita untuk berkembang. Apalagi dengan pertimbangan penduduk kita yang jauh lebih banyak dari negara kompetitior. Jadi, pertanyaan besarnya, gap consumption per capita ini mau diisi dengan produk impor atau produk dalam negeri,” ujar Menperin melalui keterangan resminya dikutip Jumat (31/5/2024).
Menperin menambahkan, pihaknya tidak anti-impor. Asal bukan impor bahan baku atau produknya yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Pasalnya, Kemenperin mempunyai data bahan baku dan produk industri yang sudah diproduksi di dalam negeri.
“Prinsipnya, kami ingin industri memakai bahan baku dari yang sudah di dalam negeri,” ucapnya.
Menperin menyampaikan, dalam kurun hampir lima tahun belakangan ini kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang. Performa yang baik ini perlu dilanjutkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional, dengan berbagai program dan kebijakan strategis.
“Saat ini saya sebagai Menteri Perindustrian masih mempunyai tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, termasuk juga menyiapkan keberlanjutan, atau tongkat estafet kepada pemerintahan yang baru nanti, khususnya terkait kebijakan-kebijakan di sektor industri manufaktur,” ujar Agus.
Dalam upaya membina sektor industri, imbuhnya, ada tiga faktor penting yang kerap menjadi perhatian Kemenperin, yakni terkait sumber daya manusia (SDM), proses, dan teknologi.
Selama ini, perputaran roda sektor industri telah menunjukkan daya tahan yang membanggakan.
“Aktivitas ini lantaran didukung dengan berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk menopang proses produksi di industri, termasuk dalam pemenuhan bahan baku, logistik, dan transaksi,” paparnya.
Ekspor Impor Lesu
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai ekspor Indonesia pada April 2024 mencapai US$19,62 miliar atau turun 12,97 persen dibanding ekspor Maret 2024.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama Januari–April 2024 mencapai US$81,92 miliar atau turun 5,12 persen dibanding periode yang sama tahun 2023.
Adapun nilai impor pada April 2024 mencapai US$16,06 miliar, atau turun 10,60 persen dibandingkan Maret 2024.
BPS mencatat, pada April 2024 ekspor nonmigas April 2024 mencapai US$18,27 miliar, turun 14,06 persen dibanding Maret 2024.
Adapun sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar pada April 2024, komoditas dengan penurunan terbesar dibanding Maret 2024 adalah logam mulia dan perhiasan/permata sebesar US$478,9 juta (34,88 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada nikel dan barang daripadanya sebesar US$210,6 juta (45,85 persen).
Sedangkan menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–April 2024 turun 1,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2023, demikian juga ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 17,22 persen, sedangkan ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 6,90 persen.
Ekspor nonmigas April 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$4,28 miliar, disusul India US$1,81 miliar, dan Amerika Serikat US$1,75 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 42,98 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,35 miliar dan US$1,24 miliar.
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–April 2024 berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan nilai US$11,64 miliar (14,21 persen), diikuti Kalimantan Timur US$8,38 miliar (10,23 persen) dan Jawa Timur US$8,22 miliar (10,04 persen).
Impor
Sedangkan nilai impor Indonesia pada April 2024 mencapai US$16,06 miliar, turun 10,60 persen dibandingkan Maret 2024 atau naik 4,62 persen dibandingkan April 2023.
Untuk impor migas pada April 2024 senilai US$2,96 miliar, turun 11,01 persen dibandingkan Maret 2024 atau naik 0,18 persen dibandingkan April 2023.
Adapun impor nonmigas April 2024 senilai US$13,10 miliar, turun 10,51 persen dibandingkan Maret 2024 atau naik 5,68 persen dibandingkan April 2023.
Dari sepuluh golongan barang utama nonmigas April 2024, mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya mengalami penurunan terbesar senilai US$388,9 juta (17,07 persen) dibandingkan Maret 2024. Sementara peningkatan terbesar adalah gula dan kembang gula US$139,2 juta (48,64 persen).
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–April 2024 adalah Tiongkok US$20,77 miliar (35,22 persen); Jepang US$4,26 miliar (7,23 persen); dan Thailand US$3,27 miliar (5,55 persen). Impor nonmigas dari ASEAN US$10,46 miliar (17,74 persen) dan Uni Eropa US$3,64 miliar (6,16 persen).[syf]